Hidayatullah.com- Pondok Pesantren Darunnajah, Jakarta telah mewakafkan tanah seluas 602 hektar senilai 1,6 Triliun untuk pendidikan dalam acara Syukuran 54 tahun Darunnajah.
“Kami mengharapkan ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari wakaf ini, kini Pondok Pesantren Darunnajah adalah milik umat Islam. Ini juga amanat dari Almarhum KH. Abdul Manaf Mukhayyar sebagai wakif dan pendiri pondok pesantren Darunnajah” ungkap Ketua Yayasan Darunnajah KH. Saifuddin Arief, S.H., M.H, di Pesantren Darunnajah, Pesanggrahan 86, Jakarta, Jumat (27/11/05).
Menurut KH. Saifuddin, wakaf tersebut menjadi bagian terpenting kepeloporan Darunnajah dalam berpartisipasi aktif mensejahterahkan umat Islam dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini sesuai dengan tema syukuran 54 tahun Darunnajah “Dari Santri Untuk Bangsa”.
Diharapkan masyarakat memahami pentingnya wakaf dan operasionalisasi wakaf produktif. “Alhamdulillah hal ini sudah dirapatkan dan jadi keputusan bersama, semua ikhlas dan bahagia dengan keputusan ini”, lanjut KH. Saifuddin.
Acara pendantanganan Piagam Wakaf diselenggarakan Sabtu, 28 November 2015 kemarin, di Kampus Pondok Pesantren Darunnajah, Jalan Ulujami Raya, Pesanggrahan 86, Jakarta. Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla dan Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin hadir dalam acara bersejarah tersebut.
Sementara itu, Pendiri yang juga Pimpinan Ponpes Darunnajah, KH. Mahrus Amin menyampaikan bahwa Pesantren telah ada sebelum Indonesia berdiri, semangatnya ketika itu adalah memberi untuk Indonesia, bukan meminta.
“Nah, bagi Pesantren yang berdiri setelah Indonesia merdeka, semangat ini tidak boleh hilang. Pesantren harus terus bekerja dan berfikir apa yang bisa diberikan untuk kemajuan Indonesia”, jelasnya.
Tahun 2015, lanjutnya, aset tanah wakaf Darunnajah mencapai 677,5 hektar yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia seperti di Riau, Kalimantan, Bandung, Jakarta, Bogor, Banten, Lampung, Bengkulu, dan lain sebagainya.
Selain tanah, Darunnajah juga memiliki berbagai macam aset wakaf seperti lembaga pendidikan, bangunan, perkebunan, pertanian, dan lain sebagainya. Aset wakaf tersebut tentu memerlukan manajemen pengelolaan yang baik agar menjadi produktif.
Menurutnya konsep pengelolaan wakaf Pesantren Darunnajah mengacu pada tujuan hukum Islam (maqashid al-Syari’ah) yaitu mewujudkan kemaslahatan dan menghindarkan madharat. Wakaf, lanjutnya, bertujuan mendekatkan diri kepada Allah dan memberikan bantuan kemanusiaan yang dilembagakan supaya dapat memberikan manfaat yang optimal dan berkelanjutan.
“Wakaf dapat berupa benda tidak bergerak maupun bergerak, uang dan jasa,” jelasnya.
Lebih lanjut, jelas KH. Mahrus, sebagai pondok pesantren yang mandiri, Darunnajah juga memiliki unit-unit usaha ekonomi Yayasan Darunnajah yang dijalankan dengan prinsip swakelola, yang berarti bahwa semua usaha berasal dari dana yayasan Darunnajah.
Hasil dari pengelolaan unit-unit usaha ekonomi tersebut digunakan untuk mengembangkan pesantren. Dan hasil usahanya tidak dibagi-bagi kepada pengurus maupun pengelola Yayasan Darunnajah, sehingga mereka tetap bersikap ‘iffah yaitu menjaga diri untuk tidak mengambil hak-hak dari Pondok, atau kalau terpaksa menerima sekadar ghurfatan biyadihi atau hanya seciduk tangan saja.
Kini Pesantren Darunnajah sudah menyebar tidak hanya di Ulujami, Jakarta Selatan. Tetapi juga di Cipining Bogor, Padarincang Serang, Cikeusik, Mukomuko Bengkulu, Serang Banten, Nunukan Kalimantan Timur, Cidokom Parung Bogor.
Selain itu, ada juga di Pamulang Tangerang Selatan, Pesanggrahan Jakarta Selatan, Seluma Bengkulu, Dumai Riau dan seterusnya.
Darunnajah juga memiliki lembaga pendidikan dari TK hingga Perguruan Tinggi (PT). “Dan yang membuat Darunnajah bisa berkembang adalah ruh keikhlasan, kerja keras para Kyai dan guru serta doa dari segenap masyarakat Indonesia”, tandas K.H. Saifuddin.*