Hidayatullah.com– Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Hidayatullah (STISHid) Balikpapan, Kalimantan Timur, menggelar “Diskusi Manajemen Dauroh Tahfizh al-Qur’an untuk Mahasiswa”, belum lama ini.
Diskusi mengenai polarisasi dauroh tahfizh yang profesional ini dibimbing langsung oleh pencetus Dauroh 60 Hari Hafal al Qur’an 30 Juz, Ustadz MD Karyadi, Lc. Menempati aula pesantren di Gunung Tembak, acara ini diikuti para pengurus struktural dan perwakilan dosen.
Karyadi mengaku sangat bangga melihat animo perguruan tinggi (PT) itu dalam membumikan al-Qur’an ke kepada para mahasiswanya. Apalagi mereka dipersiapkan menjadi dai kelak setelah lulus.
“Antum (kalian) semua punya tanggung jawab. Olehnya STISHid dituntut untuk membekali mereka dengan bekal yang maksimal. Dan (hafalan) al-Qur’anlah yang harus menjadi bekal prioritas,” ungkapnya di hadapan peserta diskusi, Rabu malam (20/01/2016).
Menurutnya, mahasiswa Islam harus memiliki hafalan al-Qur’an yang berkualitas dan berkuantitas. Ia pernah mendapati sebuah PT Islam yang mewajibkan target hafalan 1 juz per semester bagi setiap mahasiswa.
“1 juz tiap semester itu terlalu sedikit untuk ukuran mahasiswa,” ujar Direktur Pondok Pesantren Ruhama Bogor ini.
Harusnya, kata Karyadi, mahasiswa diberi metode yang tepat agar hafalan al-Qur’annya bisa cepat selesai dan tuntas. Tidak memakai metode tradisional yang selama ini dipakai oleh kebanyakan masyarakat, termasuk mahasiswa.
“Metode tradisional yang dimaksud yaitu mahasiswa hanya diberi waktu tertentu tiap hari untuk menghafal, selepas Shubuh saja misalnya. Setelah itu disetor hafalannya saat itu juga. Kalau begini sangat wajar jika mereka sangat kesulitan menghafal,” ujarnya menerangkan.
Menurutnya, seharusnya STISHid bisa mencari waktu luang selama minimal dua pekan atau idealnya selama dua bulan. Dimana waktu tersebut diperuntukkan khusus melaksanakan dauroh menghafal bagi para mahasiswa.
“Tidak ada aktifitas lain selama itu selain fokus menghafal al-Qur’an saja,” terangnya memberi solusi.
Mengenal Dauroh 60 Hari Hafal al Qur’an
Pada kesempatan itu, Karyad memaparkan kelebihan dauroh yang ia terapkan. Yaitu, katanya, terletak pada kefokusan peserta menghafal.
“Semenjak jam 2 dini hari sampai jam 9 malam peserta hanya fokus menghafal, menyetor, dan me-murojaah (mengulangi) al-Qur’an. Urusan makan, akomodasi semisal laundry pakaian kotor dan lain-lain, ada tim khusus yang mengatasinya. Tidak ada aktifitas lain selain menghafal dan menghafal,” bebernya.
Sedari awal menginisiasi dauroh menghafal ini, setidaknya ada empat target yang ia ingin capai. Hal itu ia anggap menjadi kelebihan dauroh ini dibanding dengan dauroh hafalan yang lain, khususnya di bidang dakwah dan tarbiyah.
“Empat poin yang dimaksud adalah, pertama, tercapainya target hafalan peserta sebelum dauroh berakhir. Juga (kedua), menjadi sarana perekrutan kader (anggota) baru untuk melanjutkan (mengadakan) dauroh serupa di tempat masing-masing,” ujarnya.
Selain itu, tujuannya sebagai sarana memperkenalkan metode berislam ala Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada seluruh peserta. Sebab, terangnya, sebelum menghafal mereka dimakzulkan terlebih dahulu untuk mempercayai kemukjizatan al Qur’an, serta beramal sesuai tuntutan wahyu dalam keseharian.
Poin terakhir, jelas Kariadi, adalah untuk membuktikan bahwa al-Qur’an benar-benar sangat mudah dihafal oleh kalangan manapun. “Ini merupakan bentuk dakwah paling efektif untuk membumikan al-Qur’an,” terangnya.*/M. Rizky Kurnia Sah