Hidayatullah.com– Sebuah komunitas para santri yang gemar menulis terbentuk beberapa waktu lalu. Komunitas ini menamakan diri PENA, mengambil filosofi pena sebagai simbol dan alat tulis-menulis.
PENA dibentuk untuk turut menghidupkan budaya menulis khususnya di kalangan pesantren, sekaligus mendukung eksistensi berbagai komunitas penulis di negeri ini.
Anggota PENA terdapat di berbagai daerah se-Indonesia. Gerakan yang berawal dari media sosial ini mengukuhkan komunitasnya khusus Jabodetabek pada Ahad, 21 Rabiuts Tsani 1437 (31/01/2016).
Bertempat di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, pengukuhan itu berlangsung sederhana. Dirangkai dalam acara silaturahim perdana PENA se-Jabodetabek 2016, dengan tema “Merajut Ukhuwah, Menulis untuk Dakwah”.
Ketua PENA Jabodetabek, Masykur Abu Jaulah, menyampaikan bahwa menulis adalah sesuatu yang harus dimulai, dimana hasilnya bergantung pada prosesnya.
“Dan dari proses itu penulis akan terus tumbuh dan berkembang,” ujarnya dalam acara yang disponsori Baitul Maal Hidayatullah (BMH) DKI Jakarta itu.
Abu Jaulah menyatakan, anggota komunitas PENA yang meski sebagian masih pemula, sudah harus berproses dalam pekerjaan besar di dunia tulis-menulis.
“Dalam menulis butuh pengulangan serta latihan yang terus menerus dengan tujuan jelas, dan kita sudah memulainya,” cetusnya.
Bersyukur dengan Menulis
Dikatakan, rasa syukur bagi orang beriman itu lebih dari sekadar ucapan. Tetapi butuh sesuatu yang nyata, yaitu amal terbaik (ahsanu amala). Demikian seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an surat Saba ayat 13.
“Bekerjalah karena itu bentuk sebuah kesyukuran yang nyata,” kata Abu Jaulah yang juga redaktur sebuah majalah dakwah nasional.
Ia menegaskan bahwa terbukti Kota Madinah bisa dibangun bahkan mampu mempengaruhi dunia kurang lebih sekitar 11 tahun. Sebab, waktu itu para Sahabat Nabi telah digerakkan oleh paradigma yang sama, yakni bagaimana mengerjakan pekerjaan dengan sebaik-baik mungkin.
Selaku Wakil Ketua, Imam Nawawi, menegaskan anggotanya akan terus tumbuh dan berproses. Sebagaimana pohon yang awalnya dari benih kecil, namun karena terus berproses tumbuh dan berkembang, maka menjadi besar serta kokoh.
“Kita harus memastikan pertumbuhan anggota PENA ini supaya selalu benar, lurus, dan tidak melenceng dari hukum Tuhan,” ujar Pimpinan Redaksi majalah Mulia ini mengimbau.
Sebab, dikatakan Imam, penyakit yang sering menjangkiti para penulis adalah ketidakistiqomahan untuk selalu berproses dan berkembang dengan tetap menulis.
Sedangkan sang Sekretaris, Muhammad Abdus, dalam sambutannya menuturkan, PENA merupakan wadah bagi para penulis untuk sama-sama belajar berorganisasi. Yaitu guna melahirkan karya-karya tulisan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Adapun tujuan lain dibentuknya PENA, ia katakan, pertama, agar bagaimana sesama santri penulis bisa merajut silaturahim.
Kedua, memperkuat visi-misi, sinergi, seta kekuatan emosional di antara mereka, guna meningkatkan kemampuan dalam menulis.
“Ketiga, yakni memberikan sumbangsih (lewat tulisan) terutama untuk agama, bangsa dan negara Indonesia,” ujarnya.
Komunitas tersebut untuk saat ini bergerak secara mandiri. Khusus di Jabodetabek, anggotanya ada pula dari sejumlah perguruan tinggi seperti Universitas Ibn Khaldun Bogor, LIPIA Jakarta, dan STAI Publisistik Thawalib, Kwitang, Jakarta Pusat.
Yang berminat berdakwah di dunia tulis-menulis, bisa hubungi redaksi.*