Hidayatullah.com- Penentuan atau pelabelan ‘situs-situs radikal’ terhadap sejumlah situs media online tertentu cenderung tendensius dan tergantung tafsir pihak yang mengeluarkan label dan pihak pelapor.
Hal itu disampaikan Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah, Mustofa B. Nahrawardaya terkait pemblokiran sejumlah situs media Islam oleh pemerintah baru-baru ini.
Mustofa menilai, pelabelan ‘radikal’ itu sesuai kepentingan yang mengeluarkan pihak pembuat label. Yang dilabeli adalah situs yang tidak menguntungkan dan yang merugikan pembuat label.
“Cara ini sangat rawan disalahgunakan, apalagi jika alasannya demi kepentingan nasional. (Yang dilabeli. Red) situs radikal, ternyata hanya sebatas yang bernuansakan Islam,” ungkapnya dalam keterangannya kepada hidayatullah.com Jakarta, Sabtu (31/12/2016).
Selain itu, Mustofa mengatakan, pelabelan ‘situs radikal’ itu tidak mempertimbangkan efek lain, misalnya dampak.
PP Muhammadiyah: Pemblokiran Situs Islam secara Otoriter Sebuah Kemunduran
Dimana situs yang pernah diblokir, kata dia, dianggap 100 persen bermasalah.
Padahal, menurutnya, banyak situs hanya bermasalah dengan satu-dua judul. Atau hanya karena ada komentar miring pembaca di kolom “komentar” atas berita itu, lalu sebuah situs ditutup aksesnya.
“Ini konyol,” ujarnya. “Lebih parah lagi, sebuah situs yang biasanya memberitakan kasus penyalahgunaan wewenang oknum aparat, atau yang biasa memberitakan pelanggaran HAM oknum aparat, lalu diblokir dengan alasan radikalisme,” lanjut Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) ini mengungkapkan.
Tak Kredibel
Mustofa juga mengungkapkan, dalam banyak daftar label ‘situs media radikal’, selalu tidak kredibel. Banyak situs bermanfaat bagi umat, akhirnya dilabeli sebagai situs radikal. “Mungkin agar sekarat,” kata dia.
Banyak situs penebar kebaikan, distempel sebagai situs radikal, “mungkin biar terkesan jadi situs penebar kebencian,” imbuhnya.
Pemuda Muhammadiyah: Kenapa Jika Berkaitan Situs Islam Stigmatisasinya Cepat Sekali?
Yang lebih repot lagi, ungkapnya, situs-situs yang digandrungi umat, tiba-tiba dianggap radikal.
“Mungkin agar menjadi tidak bermartabat.”
“Apakah ini masih akan berlanjut? Jika iya, saya pesimis bangsa ini akan menjadi sehat,” pungkas Mustofa.Sebagaimana diketahui, pemerintah untuk ketiga kalinya memblokir 10 situs yang Islam. Di antaranya ada Voa-Islam, Islampos dan Kiblat.net. *