Hidayatullah.com–Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KA KAMMI) menyatakan, berakhirnya masa cuti kampanye Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 11 Februari 2017, harus ditindaklanjuti secara hukum oleh Presiden Jokowi.
Sebagai negara hukum, Presiden Jokowi diminta menjadikan hukum sebagai pedoman dalam mengambil keputusan terkait status Ahok sebagai terdakwa dalam kasus pidana penistaan agama.
“Pemberhentian segera Ahok didasarkan pada ketentuan hukum dalam Pasal 83 ayat (1) UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” tulis KA KAMMI dalam rilisnya kepada hidayatullah.com, Ahad (12/02/2017).
Dalam pasal tersebut diatur, bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jika Ahok Tak Diberhentikan Sementara, DPR Dapat Gunakan Hak Angket
Sehingga, atas berdasarkan ketentuan hukum tersebut, KA KAMMI menganggap tidak ada alasan bagi Presiden Jokowi untuk tidak segera menerbitkan Keputusan Presiden tentang Pemberhentian Ahok dalam Jabatan Gubernur DKI Jakarta selambat-lambatnya sejak Senin tanggal 13 Februari 2017.
“Yang mana seharusnya sejak tanggal tersebut pula Ahok secara moral dan secara hukum harus berhenti sementara dan tidak menjalankan tugasnya sebagai gubernur,” jelasnya.
Apabila tidak dijalankan, maka Presiden Jokowi berpotensi melanggar undang-undang. Bahkan lebih jauh dapat dinyatakan melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD 1945 yang berakibat pada pemakzulan presiden.
LBH: Sangat Tak Berdasar Hukum, Alasan Mendagri Tunda Berhentikan Sementara Ahok
Untuk itu, menurut KA KAMMI, jangan hanya karena pertimbangan politis untuk mengamankan Ahok, Presiden berpotensi melakukan pelanggaran hukum. Atau malah Presiden menerbitkan Perppu untuk mengubah ketentuan UU Pemda di atas agar Ahok tetap menjadi Gubernur dengan status terdakwa.
Atau bahkan hanya berdiam diri tanpa menerbitkan keputusan apapun, sehingga tidak ada kepastian hukum alias sengaja dibuat mengambang.
“Bila ini terjadi, tentu ongkos sosial dan politik yang akan ditanggung oleh negara ini akan sangat mahal,” tandas KA KAMMI.*