Hidayatullah.com– Standardisasi khatib yang diwacanakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mendapat sorotan pula dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Menurut Komisioner Komnas HAM RI Maneger Nasution, pemerintah sebaiknya menjelaskan ke publik secara terbuka tentang tujuan sesungguhnya dari kebijakan tersebut.
“Agar publik mendapat informasi yang memadai soal rencana tersebut,” ujarnya dalam pernyataan tertulis diterima hidayatullah.com Jakarta, Senin (13/02/2017).
Pemerintah, menurut Komnas HAM, sebaiknya memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak diskriminatif.
“Apakah sertifikasi dan standarisasi tersebut hanya terhadap tokoh-tokoh agama tertentu?
Apakah hal yang sama terjadi juga terhadap Pastur [Katholik], Pendeta [Kristen], Bhiksu/Biksu [Buddha], Pendeta [Hindu], Kongchu [Kong Hu Chu]? Ini harus dijelaskan ke publik,” ujar Maneger.
Ini 3 Syarat dari MUI Pusat Tanggapi Wacana Sertifikasi Khatib
Selain itu, imbuhnya, Kementerian Agama sebaiknya juga memberikan jaminan bahwa kebijakan tersebut tidak memunculkan masalah baru dan keresahan publik.
Komnas HAM menyatakan, wacana standardisasi atau sertifikasi khatib tersebut sudah direspon oleh publik.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, misalnya, kata dia, berpandangan tidak perlu adanya standardisasi maupun sertifikasi khatib atau muballigh, lebih-lebih ulama. Biarkan itu tumbuh secara kultural.
Sebelumnya, Menag Lukman mengklaim bukan sertifikasi khatib yang diwacanakan, melainkan standardisasi khatib.*