Hidayatullah.com– Salah satu persoalan mendasar terjadinya kekeliruan pandangan mengenai agama dan politik dikarenakan adanya krisis epistimologi, yakni konstruksi keilmuan yang lemah.
Hal itu disampaikan Divisi Kerja Sama dan Hubungan Luar Negeri Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Barat, Dr Malki Ahmad Nasir pada seminar bertema “Agama dan Politik” di Gedung INSISTS, Kalibata, Jakarta, Sabtu (15/04/2017).
Baca: FPKS: Memisahkan Agama dari Politik itu Mengingkari Pejuang Bangsa dan Pancasila
Malki menjelaskan, kekeliruan berfikir ini disebabkan oleh hilangnya adab (loss of adab), yang membuat seseorang mencari ilmu bukan untuk merawat dan membina dirinya agar bisa mencapai tujuan terciptanya peradaban Islam.
“Akibat kekeliruan berfikir ini, tidak lagi melihat Islam secara utuh, tidak melihat Rasulullah sebagai suri tauladan, dan akhirnya juga para ulama sebagai sumber rujukan,” ujarnya.
Selain akibat hilangnya adab, lanjut Malki, faktor lain juga karena mentalitas umat Islam sendiri yang silau dengan pemikiran eksternal seperti Barat.
Sehingga, kata dia, ini yang kemudian membuat umat Islam walaupun sarjana atau profesor tetapi mereka telah terperangkap dalam pandangan Barat yang keliru.
“Begitu apresiasi kepada Barat tapi tidak melihat Islam sebagai suatu yang dibanggakan. Begitu kritik kepada khazanah Islam, sedangkan Barat dianggap memiliki peranan,” ungkapnya.
Baca: PP Pemuda Muhammadiyah: Memisahkan Agama dan Politik Tidak Pancasilais dan Tak Sesuai UUD 1945
Alumnus International Islamic University Malaysia (IIUM) ini berpesan, agar umat Islam harus percaya diri bahwa agama yang dianutnya adalah agama yang membawa kebaikan, bukan hanya kepada dirinya tapi juga seluruh alam.
“Melihatnya mudah saja, berdasarkan sejarah sudah terbukti,” pungkas Malki.*