Hidayatullah.com– Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan seruan agar ceramah agama di rumah ibadah hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan tertentu.
Ketentuan-ketentuan itu disampaikan, kata Lukman, mengingat keberagaman di Indonesia adalah berkah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang patut disyukuri.
“Maka menjaga dan merawat persatuan bangsa Indonesia yang beragam ini merupakan keniscayaan,” ujarnya di Kantor Kemenag, Jl MH Thamrin No 6, Jakarta, Jumat (28/04/2017).
Ia menimbang bahwa kehidupan masyarakat yang stabil, serta terwujudnya kedamaian dan kerukunan umat beragama, adalah prasyarat keberlangsungan kehidupan bersama dan keberlangsungan pembangunan, menuju Indonesia yang sejahtera dan bermartabat.
Dalam pemenuhan prasayarat dimaksud, menurutnya, penceramah agama dan rumah ibadah memegang peranan sangat penting.
Ketentuan-ketentuan yang disampaikan tersebut, menurutnya, dalam rangka menjaga persatuan dan meningkatkan produktivitas bangsa, merawat kerukunan umat beragama, dan memelihara kesucian tempat ibadah.
Baca: KH Ali Musthofa Ya’qub: Ceramah Ulama Syi’ah Di Istiqlal Bisa Bahayakan Umat dan NKRI
Ketentuan pertama, kata Lukman, ceramah di rumah ibadah disampaikan oleh penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama.
“Yakni melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan perdamaian umat manusia,” ujarnya.
Kedua, kata dia, disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.
“Ketiga, disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama manapun,” paparnya.
Ketentuan berikutnya, ceramah yang disampaikan bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural.
Materi ceramah, jelasnya, diutamakan berupa nasihat, motivasi, dan pengetahuan yang mengarah kepada kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial.
“Kelima, materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan empat konsensus Bangsa Indonesia, yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika,” tambahnya.
Selanjutnya, kata Lukman, materi yang disampaikan penceramah tidak mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa.
Materi yang disampaikan pun, tambahnya, tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan/atau pelecehan terhadap pandangan, keyakinan, dan praktik ibadah antar/dalam umat beragama. “Serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif,” ujarnya.
Ketentuan kedelapan, kata Lukman, materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis dan/atau promosi bisnis.
“Kesembilan, tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan penyiaran keagamaan dan penggunaan rumah ibadah,” sebutnya.
Ia berharap agar seruan ini diperhatikan, dimengerti, dan diindahkan oleh para penceramah agama, pengelola rumah ibadah, dan segenap masyarakat umat beragama di Indonesia.
Baca: Menag Bilang tak Ada Sertifikasi Khatib, tapi Standardisasi
Beberapa waktu lalu, Menag Lukman pernah mewacanakan perlunya standardisasi penceramah khatib Jumat. Wacana ini sempat menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.*