Hidayatullah.com– Kuasa Hukum Buni Yani, Irfan Iskandar, mengatakan, banyak keanehan dalam penyebutan kliennya yang meringankan tuntutan atas terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pertama, terangnya, terkait asas praduga tak bersalah. Menurut Irfan, dengan dikaitkannya Buni Yani dalam tuntutan JPU maka merupakan penekanan tindakan kliennya adalah bersalah.
Padahal, kata dia, dalam hal ini harus dipegang teguh asas praduga tidak bersalah. Apalagi kasus Buni Yani belum divonis bahkan belum disidangkan.
“Sehingga tidak beralasan dan didukung oleh kekuatan hukum jika nama klien kami dikaitkan dalam surat tuntutan jaksa,” ujarnya kepada hidayatullah.com di Jakarta, baru-baru ini.
Baca: Dijadikan Dalih Ahok Dituntut Ringan, Buni Yani Duga JPU Diintervensi
Kemudian, lanjut Irfan, alasan tuntutan JPU yang menyebut nama Buni Yani menjadi aneh karena lazimnya suatu yang meringankan berasal dari diri terdakwa itu sendiri, bukan orang lain.
Seperti, ia mencontohkan, terdakwa menyesali perbuatannya, meminta maaf kepada korban, atau berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
“Adalah suatu ketidaklaziman yang sangat nyata jika hal-hal meringankan tuntutan bersumber dari perbuatan pihak lain,” jelasnya.
Baca: JPU Kasus Ahok Sebut Unggahan Buni Yani Meresahkan
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Selan itu, tambah Irfan, bahwa tidak ada kaitannya antara kasus dugaan pidana penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok dengan UU ITE yang menjerat Buni Yani.
Artinya, disebarkan atau tidak, perbuatan Ahok tetap bisa dijerat pidana karena melanggar atau diatur sebagai kejahatan berdasarkan KUHP yakni tentang penistaan agama.
Karenanya, kuasa hukum, terang Irfan, berkesimpulan bahwa apa yang dilakukan JPU dengan mengaitkan kliennya merupakan upaya pemantik pembelokan kasus yang menimpa Ahok.*