Hidayatullah.com– Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku akan serius menyelidiki laporan Presidium 212 terkait dugaan kriminalisasi ulama dan aktivis oleh perangkat negara, dalam hal ini penegak hukum.
Komisioner Komnas HAM, Prof Hafid Abbas mengatakan, pihaknya akan bersama siapapun dalam memperjuangkan, memajukan, dan melindungi HAM bagi semua warga negara.
“Karena itu Komnas HAM hadir. Kami harus menjalankan mandat sebagaimana tujuan didirikannya,” ujarnya saat menemui massa Presidium 212 di Kantor Komnas HAM, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Baca: Dugaan Kriminalisasi Ulama, Presidium 212: Investigasi Komnas HAM Sedang Berjalan
Karenanya, terang Hafid, Komnas HAM berterima kasih atas dukungan masyarakat untuk membongkar berbagai misteri kasus-kasus dugaan kriminalisasi, tuduhan makar, dan intimidasi.
“Karena demokrasi kita tidak boleh mundur,” ungkapnya.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM lainnya, Maneger Nasution menyampaikan, ada salah satu penyakit yang perlu diubah akhir-akhir ini, yakni soal stigma. Salah satunya stigma makar.
Ia menjelasan, pada tahun 1960-an ada stempel barangsiapa yang berbeda dengan rezim maka dia dianggap supersif.
Dan pada tahun 1980-an, sambungnya, juga ada stigma bahwa siapa yang tidak mencantumkan Pancasila berarti dia misterius. Yang kemudian memunculkan nomeklatur baru bernama makar.
“Maka stigma ini harus kita obati,” imbuh Maneger.
Baca: Terkait ‘Kriminalisasi’ Ulama dan Aktivis, Komnas HAM Akan Panggil Presiden
Hari ini, kata dia, stigma makar itu menyasar kepada para ulama dan aktivis pergerakan.
“Dan itu terulang terus. Saat ini ada beberapa orang yang ditangkap dengan alasan makar. Terakhir itu Ustadz Al-Khaththath dan kawan-kawan mahasiswa,” jelasnya.
“Bahkan ada mahasiswa yang skripsinya belum selesai juga sudah dituduh makar,” tandas Maneger menambahkan.
Ia menilai, tindakan itu merupakan dari ciri-ciri rezim fasis yang melihat bahwa semua lawan politik harus dibungkam.*