Hidayatullah.com– Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI), Zainut Tauhid Sa’adi, menjelaskan, di kalangan umat Islam memang ada yang namanya perbedaan pendapat.
Hal itu jelasnya merupakan sesuatu yang wajar, sebagai konsekuensi dari pranata ijtihad yang memungkinkan terjadinya perbedaan.
Perbedaan dimaksud dalam Islam dikenal dengan istilah “ikhtilafiyah” atau perbedaan pendapat dalam hal-hal yang tidak mendasar. Perbedaan ini, kata Zainut, dapat ditoleransi.
Baca: Arif dalam Perbedaan
Lain halnya jika perbedaan sudah mengarah pada aqidah, maka tidak dapat ditoleransi.
Perbedaan yang sudah menyangkut aqidah, terang Zainut yang juga anggota DPR RI, disebut sebagai penyimpangan.
“Perbedaan bisa ditoleransi, tapi kalau penyimpangan tidak bisa ditoleransi,” singkat penjelasannya yang ia tegaskan sebagai salah satu pembicara pada diskusi panel di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Jumat (11/08/2017).
Karena adanya penyimpangan itulah, kata dia, MUI selama ini telah menyatakan sesat atas sejumlah aliran.
Baca: Di Madinah, Ridwan Kamil Ingatkan Mahasiswa Indonesia Bertoleransi atas Perbedaan
Diskusi bertajuk “Penguatan Fungsi Agama dalam Pembangunan Nasional” itu digelar Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, dalam rangkaian acara Rapat Koordinasi bertajuk “Serap Aspirasi Bimbingan Masyarakat Islam”.
Rakor berlangsung pada Kamis-Sabtu (10-12/08/2017), diikuti ratusan Kepala Kantor Wilayah Kemenag dari berbagai daerah se-Indonesia, pimpinan/perwakilan ormas Islam dan tokoh masyarakat, akademisi, serta perwakilan berbagai media.*