Hidayatullah.com– Sebuah pernyataan seorang menteri yang mengatakan Indonesia tertinggal dalam hal pendidikan sejauh 45 tahun dengan negara maju dan 75 tahun dari sisi sains teknologi mengundang pertanyaan.
Dalam Kajian Malam Rabu yang berlangsung di Gedung Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) yang berada di Jalan Kalibata Utara II, Selasa (31/10/2017), Dr Adian Husaini menyoal ungkapan sang menteri.
“Indonesia pendidikannya tertinggal, apanya, bagian mana yang tertinggal,” ucapnya dengan nada bertanya.
“Ini harus didudukkan secara jelas, tertinggal itu sisi apanya. Kalau survei yang pernah ada memang mengatakan kalau literasi, matematika, rakyat Indonesia rendah dibanding negara maju. Indikator ini menjadikan Indonesia disebut tertinggal,” imbuhnya.
Baca: Indonesia Siap Sumbang dalam Sains dan Teknologi di Dunia Islam
Sebelumnya banyak berita menyebutkan pendidikan di Indonesia sangat tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju, khususnya negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Untuk kemampuan membaca saja, Indonesia harus menghabiskan waktu 45 tahun agar mencapai tingkat kemampuan setara mereka.
Hal tersebut pernah diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, di penghujung Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia 2017, di Washington DC, Amerika Serikat, Sabtu (14/10/2017) petang waktu setempat.
Namun Adian menyoal, apakah benar Indonesia tertinggal dari sisi sains.
“Bukankah banyak anak Indonesia yang ahli di berbagai bidang sains dan teknologi. Orang yang ikut berkontribusi dalam teknologi 4G itu anak Indonesia. Artinya, Indonesia tidak tertinggal secara sains. Masih ada yang lain,” urainya.
Direktur Program Studi Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor itu pun menyampaikan perihal perbedaan soal kemampuan sains personal dengan negara.
“Secara personal banyak anak bangsa yang ahli sains. Jadi Indonesia tidak tertinggal. Persoalannya, teknologi sebuah negara tidak bisa diharap dengan kemampuan personal anak bangsa, tapi butuh yang namanya konsolidasi politik,” tegasnya.
Adian pun memberikan perbandingan dengan capaian Eropa kala bangkit dari abad kegelapan.
“Pada abad X, Eropa itu (peradabannya) 500 tahun tertinggal dari umat Islam. Zaman itu, Eropa gelap, sabun saja mereka belum kenal. Sementara di dalam dunia Islam, antiseptik pun sudah ada.
Kemudian Eropa melakukan konsolidasi politik, sehingga pada abad XV mereka berhasil bangkit. Di samping karakter orang Eropa memang hidup di bawah tempaan alam yang keras, sehingga harus terus belajar untuk survive (bertahan, Red),” paparnya.
Baca: Mencari Sains Islam
Sedangkan di Indonesia tidak demikian, putra-putri bangsa yang berprestasi di bidang sains dan teknologi seringkali tidak mendapat dukungan memadai dari negara.
“Eropa luar biasa usahanya untuk menghidupkan sains dan teknologi dengan mendorong warganya yang kompeten dengan konsolidasi politik,” tegasnya.
Oleh karena itu, daripada menyetujui ungkapan Indonesia tertinggal secara pendidikan dan sains hingga puluhan tahun dari negara maju, Adian mengajak umat Islam untuk melihat fakta pendidikan yang ada di Tanah Air.
“Kita harus bangga, satu-satunya bidang yang umat Islam bisa banggakan adalah pendidikan. Dalam politik, umat Islam babak belur. Dalam ekonomi umat Islam kalah. Pendidikan Islam, umat semakin percaya diri dan sudah banyak orang yang bangga dengan sekolah-sekolah Islam,” imbaunya.
Terakhir, Adian berpesan.
“Penting dilakukan dalam pendidikan nasional adalah bagaimana guru mampu menjadi teladan dalam keseharian. Sebab, kalau dilihat dari sisi konstitusi maupun kurikulum, tujuan pendidikan Indonesia ini sangat mulia, tetapi ya itu, belum ada keteladanan dalam keseharian, jadi bagaimana kita berharap generasi yang unggul,” tutupnya.*