Hidayatullah.com– Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruhnya gugatan Judicial Review (JR) atau Uji Materi terhadap 3 pasal yakni 284, 285, 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kesusilaan, nomor perkara 46/PUU-XIV/2016.
Keputusan itu diambil setelah mayoritas hakim menolak, dengan komposisi 5 (lima) hakim menolak, sedangkan 4 (empat) lainnya setuju terhadap gagasan atau gugatan yang disampaikan pemohon.
Adapun yang menolak adalah Hakim Maria Farida Indrati (Anggota), Hakim I Gede Dewa Palguna (Anggota), Hakim Suhartoyo (Anggota), Hakim Manahan MP Sitompul (Anggota), dan Hakim Sadli Isra (Anggota).
Sedangkan yang mendukung di antaranya Hakim Arief Hidayat (Ketua MK), Hakim Anwar Usman (Wakil Ketua), Hakim Aswanto (Anggota), dan Hakim Wahiddudin Adams (Anggota).
MK beralasan, pokok permohonan pemohon untuk merperluas makna zina dan norma hukum pidana tidak tepat dan tidak beralasan menurut hukum.
MK mengatakan, jika norma hukum pidana dinilai tidak lengkap atau tidak sepenuhnya mengakomodasi aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, maka dapat diajukan kepada pembuat undang-undang yakni DPR dan pemerintah.
“Perlu tidaknya dilengkapi hal itu sepenuhnya kebijakan pembentuk undang-undang melalui kebijakan politik yang merupakan bagian dari politik hukum pidana,” ujar Hakim Maria Farida Indrati membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/12/2017) pantauan hidayatullah.com di ruang sidang.
“Karenanya gagasan yang diajukan pemohon seharusnya diajukan kepada pembentuk UU dan itu seharusnya menjadi masukan penting dalam penyelesaian rumusan KUHP yang baru,” tambahnya.
Baca: Pakar Hukum: Uji Materi Terkait Pasal Zina, Perkosaan dan Homo Dinilai Sudah Tepat
Sementara itu, Ketua AILA Indonesia yang juga salah satu pemohon, Rita Soebagio menyampaikan kekecewaannya atas putusan MK yang dianggap hanya teknis semata dan tidak menyentuh substansi gagasan.
Kuasa Hukum Pemohon Feizal Syahmenan menjelaskan, ada inkonsistensi MK terutama 5 hakim yang menolak. Ia mempertanyakan, jika gugatan pemohon seharusnya diajukan ke DPR, mengapa MK menerima gugatan tersebut bahkan sidang berlangsung sebanyak 23 kali dan selama setahun lebih.
“Tentu ini bukan akhir, kita tetap akan memperjuangkan hal ini sesuai jalur yang ada. Dan terus memberi pemahaman kepada masyarakat,” ungkap Feizal kepada hidayatullah.com usai sidang.*