Hidayatullah.com– Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan sikap dan pandangan terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan atas Pasal 61 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang mewajibkan mengisi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan MUI, Buya Basri Bermanda, mengatakan, MUI sangat menyesalkan putusan MK Nomor Perkara 97/PPU-XIV/2016 tersebut.
Basri menyebut, MK kurang cermat dan melukai perasaan umat beragama, khususnya umat Islam Indonesia, karena putusan tersebut berarti telah menyejajarkan kedudukan agama dengan aliran kepercayaan.
Baca: Aliran Kepercayaan Masuk Kolom KTP Dinilai Rugikan Islam
MUI, terangnya, berpandangan bahwa putusan MK tersebut menimbulkan konsekuensi hukum dan berdampak pada tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan.
“Serta merusak terhadap kesepakatan kenegaraan dan politik yang selama ini sudah berjalan dengan baik,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Rabu (17/01/2018).
Karenanya, lanjut Basri, MUI mengusulkan kepada pemerintah agar masyarakat penghayat kepercayaan diberikan KTP elektronik yang mencantumkan kolom “kepercayaan” tanpa ada kolom “agama”.
Adapun untuk warga yang memeluk agama dan telah mempunyai KTP elektronik, diusulkan hendaknya tidak dilakukan perubahan atau penggantian sama sekali.
“Pembuatan KTP elektronik untuk warga penghayat kepercayaan dengan kolom khusus adalah solusi terbaik bagi bangsa dan negara dalam rangka melaksanakan putusan MK secara arif dan bijaksana,” ungkapnya.
Baca: Pencantuman Aliran Kepercayaan, KH Ma’ruf: Pakai Kartu Ormas Saja
Ia menegaskan, adanya perbedaan antara isi KTP elektronik untuk umat beragama dengan penghayat kepercayaan bukanlah pembedaan yang bersifat diskriminatif atau pengistimewaan. Namun, merupakan bentuk perlakuan negara yang disesuaikan dengan ciri khas dan hak warga negara yang berbeda.
“Bahwa memperlakukan berbeda terhadap hak yang berbeda itu bukan diskriminatif,” pungkasnya.*