Hidayatullah.com–Kuasa Hukum Jemaat Ahmadiyah Fitria Sumarni membantah tudingan yang menyebut Tadzkirah sebagai kitab suci Jemaat Ahmadiyah.
Ia menyampaikan, Tadzkirah hanyalah kumpulan wahyu, ilham, kasyaf, dan rukyat yang dihimpun dari berbagai buku dan selebaran pendiri jemaat Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad.
“Sebab Tadzkirah pertama kali dihimpun pada tahun 1935, yaitu 27 tahun setelah wafatnya Mirza Ghulam Ahmad,” ujarnya dalam persidangan terbaru di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis lalu (08/02/2018).
Perihal menerima wahyu, Fitria mengungkapkan, bahwa wahyu tidak hanya turun sebatas kepada nabi dan rasul. Tetapi juga kepada siapapun sampai hari kiamat. Termasuk kepada Mirza Ghulam Ahmad.
Hal itu, terangnya, disandarkan pada pendapat Ibnu Arabi yang juga mengatakan menerima wahyu yang sama dengan ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 136, serta juga berdasar pada sifat Allah Al-Mutakalim.
“Jadi wahyu akan tetap turun hingga hari kiamat. Karena itu adalah otoritas tuhan. Itu pemahaman yang diyakini jemaat Ahmadiyah,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Kajian Ghazwul Fikri dan Harakah Haddamah, Pusat Kajian Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang merupakan pihak terkait dalam persidangan, Teten Romli Qomaruddin mengatakan, apa yang diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah tentang wahyu adalah suatu yang kurang kuat sandarannya dan keliru.
Sebab, kata Teten, pemahaman itu mengacu pada pandangan Ibnu Arabi. Di mana Ibnu Arabi sendiri yang kapasitasnya menurut Jemaat Ahmadiyah adalah ulama, justru oleh ulama-ulama mu’tabar Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dinyatakan tentang kesesatan Ibnu Arabi, bahkan dihukumkan sebagai zindiq atau murtad.
“Tidak kurang dari 100 ulama Ahlu Sunnah Wal Jama’ah mu’tabar. Kalau itu dirujuk, maka rujukan itu lemah. Mengapa merujuk pada tokoh yang sudah secara mu’tabar oleh para ulama Ahlu Sunnah di dunia dinyatakan sesat bahkan murtad,” paparnya kepada hidayatullah.com usai persidangan.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Amidhan menegaskan, bahwa berdasarkan fatwa banyak ulama, perorangan ataupun institusi, baik di Indonesia maupun dunia Islam umumnya, aliran Ahmadiyah dinyatakan menyimpang dan keluar dari Islam.
Alasannya karena Jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Muhammad shalallahu alahi wassalam. Serta meyakini Mirza Ghulam Ahmad menerima wahyu sebagaimana terangkum dalam Tadzkirah, yang juga dianggap kitab suci Jemaat Ahmadiyah, katanya.*