Hidayatullah.com – Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) Henri Shalahudin mengatakan, ada kekhawatiran gugatan Jemaat Ahmadiyah terhadap UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU P3A) dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu, terangnya, dilihat dari kasus gugatan Aliran Kepercayaan sebelumnya yang dikabulkan oleh MK dan membuat gaduh kehidupan beragama di Indonesia, dan mendapat banyak protes dari umat Islam termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Meskipun gugatannya soal administrasi tapi semangat saya yakin bukan semata administrasi tapi dari ideologi,” ujarnya kepada hidayatullah.com di AQL Islamic Center, Jakarta, Selasa malam (13/02/2018).
Baca: Sosiolog: Mentolerir Ahmadiyah Berarti Membiarkan Kegaduhan
Apalagi, sambung Henri, akhir-akhir ini terus diangkat narasi tentang ketakutan-ketakutan terhadap kebangkitan umat Islam yang disebut sebagai populisme Islam.
“Ini sebetulnya proyek lama tapi labelnya baru. Jargon yang lama deradikalisasi, yang sekarang isitilahnya populisme Islam, meskipun tuduhannya tuduhan lama,” imbuhnya.
Sehingga, jelas Henri, berangkat dari isu-isu tersebut ada kekhawatiran Ahmadiyah akan diterima gugatannya oleh MK. Dimana hal itu akan berdampak pada pecah belah umat Islam, karena UU yang mengatur batas-batas mengenai kesesatan agama dibatalkan.
Olehnya, Henri mengimbau, agar umat Islam serius dalam mengawal perkara tersebut. Sehingga apa yang dikhawatirkan nantinya tidak benar terjadi.
“Kalau ingin bergerak sekarang waktunya. Karena keputusan MK bersifat final dan mengikat,” tandasnya.*