Hidayatullah.com– Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyayangkan adanya pelarangan penggunaan cadar apalagi di kampus pendidikan Islam.
“Yang paling disayangkan adalah, larangan tersebut datang dari Universitas Islam, dimana seharusnya memahami dengan baik terkait keberagaman tafsir dalam Islam,” ujar Dahnil dalam pernyataannya diterima hidayatullah.com di Jakarta, Kamis (08/03/2018).
“Bagi saya UIN Yogyakarta kehilangan elan vital kesejatian universitas, dimana universitas adalah rumah dari universalitas nalar ilmiah, dimana setiap gagasan, ide, dan pemikiran saling bertarung satu dengan lainnya untuk menunjukkan keunggulannya,” tambahnya.
“Jadi bila ada yang takut bahkan bertindak ‘fasis’ terkait dengan perbedaan tersebut, terang universitas kehilangan keuniversalitasnya, dan menegasikan keberagaman produk pemikiran,” lanjut Dahnil.
Dahnil sangat menyayangkan masih adanya polemik terkait cadar dimana cadar merupakan persoalan furuiyah (cabang-cabang dalam agama).
“Saya sangat sayangkan polemik furuiyah masih menjadi masalah di negeri yang mayoritas Islam, yang memang pada dasarnya memang berbeda-beda, toh tidak ada larangan bercadar dalam Islam,” ujarnya.
Baca: PP Muhammadiyah: Sebaiknya UIN Yogyakarta Pertimbangkan Persekusi Cadar
Menurut Dahnil Muhammadiyah tentu berbeda terkait cadar, dimana ormas itu tidak bersepakat penggunaan cadar, karena menilai batas aurat untuk perempuan adalah wajah dan telapak tangannya.
“Jadi terang dalam fiqh yang dipahami Muhammadiyah tidak ada kewajiban mengenakan cadar, namun tentu kita menghormati kelompok yang memiliki tafsir berbeda, itulah kayanya khazanah Islam,” jelasnya.
Diketahui, selain di UIN Yogyakarta, kasus pelarangan cadar juga terjadi di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Jawa Timur. Baru-baru ini, sejumlah mahasiswi UINSA mengaku telah diminta melepas cadarnya oleh dosen dalam perkuliahan.*
Baca: MUI: Pelarangan Cadar Menyenggol Agama dan Hukum Positif