Hidayatullah.com– Ahli yang juga Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Indra Perwira mengatakan, Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang baru bertentangan dengan asas due process of law (proses hukum yang adil) sebagai prinsip pokok negara hukum.
Indra menjelaskan, doktrin due process of law memiliki dua dimensi pemikiran yang saling terkait. Yaitu, mencegah penguasa menjalankan kesewenangan secara sewenang-wenang dan melindungi hak asasi manusia (HAM).
“Dengan due process of law penguasa hanya dapat menjalankan kewenangan sesuai cara-cara yang ditentukan oleh hukum,” ujarnya saat menjadi ahli dari pemohon dalam sidang terakhir gugatan UU Ormas di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/03/2018).
Baca: Frasa ‘Paham Lain’ pada UU Ormas Dinilai Kemunduran Melebihi Orde Baru
Sayangnya, terang Indra, dalam UU Ormas saat ini proses peradilan tersebut dihilangkan.
Padahal, jelasnya, secara filofosis doktrin due process of law adalah prasyarat dan tameng bagi sebuah keputusan pemerintah agar keputusan tersebut tidak sewenang-wenang.
Oleh karena itu, lanjutnya, doktrin due process of law salah satunya diwujudkan dengan melibatkan fungsi supervisi dari kuasa kehakiman terhadap keputusan pemerintah yang akan berdampak pada perampasan HAM sebelum keputusan tersebut dieksekusi.
“Pengawasan kehakiman tidak cukup dilakukan pasca keputusan tersebut melalui Judicial Review, hal tersebut sama saja dengan membiarkan pelanggaran HAM. Peran kehakiman harus ditarik lebih awal sebelum keputusan pemerintah tersebut dapat dieksekusi,” paparnya.
Baca: Imparsial: Beberapa Pasal UU Ormas Sangat Berbahaya, Penting Direvisi
Karenanya, menurut Indra, penghapusan mekanisme peradilan sebelum pemerintah memiliki wewenang membubarkan ormas, bertentangan dengan dasar pemikiran bahwa peradilan harus memiliki tameng bagi keputusan pemerintah yang berpotensi melanggar HAM.
“Bahwa keputusan pembubaran ormas dapat menjadi objek PTUN hal itu merupakan upaya hukum lain yang tidak bersifat alternatif terhadap izin dari peradilan sebelum pembubaran itu dilakukan,” pungkasnya.
Saat ini, sidang gugatan Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang sebelumnya berupa Perppu dari UU Nomor 17 Tahun 2013 itu memasuki babak kesimpulan. Sebelum nantinya majelis hakim konstitusi akan memutuskan apakah gugatan diterima atau ditolak.*