Hidayatullah.com– Ketua Badan Kerjasama Antarparlemen (BKSAP) DPR RI, Rofi’ Munawar, menyesalkan kebijakan Presiden Joko Widodo yang telah secara resmi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Perpres itu menggantikan Perpres Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang dibuat pada era presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dengan keluarnya regulasi Perpes yang baru disahkan, menurut Rofi, tampaknya desakan publik agar tidak mudah memberikan kelonggaran terhadap masuknya TKA hanya dianggap angin lalu oleh Pemerintah.
Baca: Dede Yusuf: Kenapa Banyak Tenaga Kerja Asing dari China?
“Padahal dengan keluarnya peraturan tersebut secara alamiah akan memperkecil kesempatan pekerja Indonesia,” ujarnya dalam keterangan yang diterima hidayatullah.com, kemarin, Ahad (08/04/2018).
Rofi menilai, pemerintah menggunakan kacamata tunggal dan dengan pola pikir (mindset) eksternalitas. Hal itu karena di saat yang bersamaan tidak cukup cermat memperhatikan faktor-faktor penentu lainnya secara internal.
Baca: Tak Bisa Tunjukkan Izin Tinggal, 38 Pekerja asal China Diringkus Polres Bogor
Semisal, lanjutnya, inventarisir masalah industrial yang akan terjadi dikarenakan kelonggaran terhadap TKA. Karena berdasarkan data dari Kemenakertrans, jumlah pengawas TKA sangat sedikit, yakni hanya 1.200 orang. Tidak sebanding dengan kebutuhan pengawasan terhadap TKA yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
“Proses pengawasan yang tidak optimal akan berdampak pada penggunaan TKA pada bidang-bidang kerja yang seharusnya ditempati oleh pekerja domestik,” ungkapnya.
Hal itu, terangnya, terbukti pada pasal 22 yang menyebut TKA bisa menggunakan jenis visa tinggal sementara (vitas) sebagai izin bekerja untuk hal-hal yang bersifat mendadak. Namun langkah tersebut tidak menjelaskan secara spesifik dan jelas karakteristik mendadak yang dimaksud.
Baca: Pimpinan Komisi IX DPR: Pekerja Lokal Harus Lebih Diutamakan
Padahal, kata dia, jika ini diabaikan, bukan tidak mungkin akan dipermaikan sejumlah oknum TKA. Dikarenakan vitas merupakan syarat mutlak bagi TKA untuk mendapatkan Izin Tinggal Sementara (itas) yang izinnya dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Padahal, menurut UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, izin hanya boleh diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
“Pemerintah harus cermat menentukan kebijakan dan regulasi yang akan diambil, guna menjaga keseimbangan antara tenaga kerja asing dengan tenaga kerja dalam negeri,” paparnya.
Selain itu, legislator dari PKS ini mengingatkan, pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan harusnya melihat kebutuhan dan permintaan TKA, disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya manusia yang ada.
TKA yang didatangkan oleh perusahaan hendaknya juga benar-benar tenaga yang terampil sehingga dapat mendorong investasi, proses pembangunan ekonomi, dan teknologi di Indonesia.
Oleh karenanya, tegasnya, proses alih teknologinya harus terjadi pada aspek strategis dan profesional teknis, agar mendapat pengawasan yang ketat dengan memberikan sertifikasi kepada tenaga ahli tersebut.
“Saya juga berkeyakinan masih banyak putra-putri bangsa Indonesia yang cukup mumpuni untuk memegang pekerjaan yang selama ini dikerjakan untuk TKA,” pungkas Rofi.*