Hidayatullah.com– Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan, DPR RI saat ini sedang bekerja keras bersama pemerintah untuk menyelesaikan Rancangan KUHP agar Indonesia segera memiliki Kitab UU Hukum Pidana sendiri dan segera meninggalkan kitab UU Hukum Pidana peninggalan kolonial.
“Tapi melegalkan LGBT dan pelemahan KPK itu tentu jauh dari semangat kita dalam menyusun UU tersebut,” ujar Bamsoet dalam rilis yang diterima hidayatullah.com Jakarta, Ahad (03/06/2018).
Kata dia, pihaknya sudah mendengar keberatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas beberapa pasal dalam RKUHP itu yang disampaikan baik kepada pimpinan Panja RKUHP maupun kepada pemerintah.
Sebagai pimpinan DPR, pihaknya tentu memiliki tugas untuk mengakomodasi seluruh aspirasi masyarakat yang berkembang, sambil tetap menjaga agar suasana politik di parlemen tetap kondusif. Agar, pemerintah tetap bisa bekerja dengan tenang merealisasikan program-program pembangunannya.
“Untuk itu, kami telah meminta kepada panja DPR dan panja pemerintah untuk benar-benar memperhatikan aspirasi dan dinamika yang berkembang di masyarakat. Dan melibatkan para pihak terkait dalam pembahasan RKUHP dengan mencari persamaannya dahulu sebanyak mungkin dan baru kemudian dicarikan jalan tengah terhadap hal-hal berbeda dari sudut pandang masing. Baik dari DPR, Pemerintah maupun masyarakat termasuk KPK,” ungkapnya.
Terkait dengan isu LGBT yang seolah-olah akan dilegalkan dalam RKUHP tersebut, bersama ini sekali lagi Bamsoet tegaskan bahwa hal itu tidak benar.
“Kita tidak boleh takut atau tunduk pada tekanan pihak luar atau ancaman bahwa jika larangan LGBT itu dilakukan akan mengurangi kunjungan wisatawan asing ke Indonesia,” tegasnya.
Yang harus diutamakan, jelasnya, adalah keselamatan masa depan bangsa ini khususnya menyelematkan para generasi muda Indonesia dari pengaruh-pengaruh yang bertentangan dengan norma, budaya, dan agama.
“Sebagai pimpinan DPR, kami juga sudah mengingatkan kepada panja DPR agar waspada dan jeli terhadap rumusan atau formulasi dari tim ahli Pemerintah dalam RKUHP yang selama ini memang belum final pembahasannya. Khususnya yang menyangkut rumusan pasal-pasal mengenai perluasan asas legalitas yang memuat tindak pidana khusus seperti delik korupsi dan juga perbuatan cabul oleh sesama jenis atau cabul LGBT,” ungkapnya.
Bamsoet mengaku, pihaknya juga sudah melakukan pengecekan bahwa tidak benar pemerintah telah menghapuskan pasal perbuatan cabul sesama jenis atau oleh kaum LGBT.
“Yang benar adalah bahwa pemerintah mereformulasi rumusan pasalnya dengan menempatkan kata sesama jenis atau berlainan/lawan jenis dalam penjelasan. Jadi, perbuatan cabul baik oleh dan terhadap sesama jenis tetap akan dapat dipidana,” sebutnya.
“Saya pribadi setuju dengan pendapat anggota Komisi III DPR Asrul Sani, bahwa unsur “sesama jenis” maupun “berlawanan jenis” itu harus masuk dalam rumusan pasal-pasal yang ada. Sehingga dapat memberi pesan yang tegas dan jelas kepada publik bahwa hukum pidana Indonesia melarang perbuatan ‘cabul’ tidak hanya oleh dan terhadap mereka yang berlainan jenis tetapi juga ketika dilakukan oleh dan terhadap sesama jenis jenis,” pungkasnya.*