Hidayatullah.com– Pengamat Timur Tengah, Smith Alhadar, menilai Undang-Undang (UU) “Bangsa Yahudi” yang disahkan Parlemen Israel tempo hari sangat berbau rasis dan apartheid. Sebab kewarganegaraan Israel didasarkan pada ras.
Ini mengingatkannya pada sejarah kelam NAZI. Dulu, tuturnya, orang-orang Yahudi di Eropa dibasmi berdasarkan doktrin rasis NAZI yang menganggap ras arya merupakan ras yang unggul.
Itu sebabnya, kata dia, mengapa PBB, UE (UNI Eropa), dan negara-negara Timur Tengah mengecam UU ini, yang tidak lagi sesuai dengan semangat kesetaraan bangsa-bangsa di dunia pada zaman sekarang ini.
Smith memandang, di balik UU ini ada upaya pemerintah kanan dan agama Israel pimpinan Benjamin Netanyahu untuk mempertahankan kekuasaan.
Partai garis keras Likud pimpinan Netanyahu, kata dia, sangat bergantung pada partai-partai ultrakanan dan agama sebagai anggota koalisi pemerintahan.
UU ini menurutnya memungkinkan Israel untuk terus memperluas proyek permukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan Palestina, meski telah dinyatakan ilegal di bawah hukum internasional.
UU ini dinilai juga akan mengancam hak 6 juta lebih warga dan pengungsi Palestina.
“Dengan berlakunya UU ini berarti 1,8 juta warga Palestina di Israel (20% dari total penduduk) akan diperlakukan sebagai warga kelas dua. Hak-hak politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain, akan ditempatkan di bawah hak-hak Yahudi atau warga Yahudi lebih diistimewakan dalam memperoleh hak-hak di atas,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Rabu (25/07/2018).
Tak hanya itu, kata Smith menambahkan, 5 juta pengungsi Palestina yang tersebar di Gaza, Tepi Barat, Yordania, Suriah, dan Lebanon akan kehilangan hak pulang ke kampung halaman mereka di Israel. Wilayah Tepi Barat yang disebut Yudea dan Samaria oleh Israel sesuai nama kuno negara Israel dulu akan dipandang sebagai wilayah Yahudi, sehingga pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah ini akan digencarkan.
“Warga Yerusalem Timur yang dihuni orang Palestina tanpa kewargaan sangat mungkin akan diusir Israel pada waktu mendatang, karena Yerusalem yang utuh dipandang sebagai simbol identitas negara Yahudi sehingga Yahudinisasi Yerusalem sangat diperlukan,” katanya.
Smith menegaskan, Indonesia dan seluruh bangsa di dunia, termasuk anggota OKI, harus mengutuk kebijakan Israel ini. Karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan, keadilan, kesamaan hak seluruh manusia di muka bumi, dan bertentangan dengan agama, khususnya agama Islam.
“Indonesia harus mengambil inisiatif di forum-forum internasional, termasuk di PBB, untuk memobilisasi dukungan internasional bagi dibatalkannya upaya Israel ini yang tentu saja menutup peluang bagi perdamaian Israel-Palestina,” ujarnya.
Baca: Dunia Mengecam UU “Negara Yahudi” yang Kucilkan Warga Palestina
Smith sangat mendukung Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi yang mengikat yang mengharuskan Israel membatalkan UU itu. Tapi mengingat AS berada di belakang Israel, maka, kata dia, bisa dipastikan rancangan resolusi di DK PBB akan diveto AS.
“Melalui Majelis Umum PBB bisa saja mengeluarkan resolusi semacam itu. Namun sayang, resolusi dari Majelis Umum PBB tidak bersifat mengikat,” pungkasnya.* Andi