Hidayatullah.com– Pernyataan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie, yang menyatakan tidak akan pernah mendukung peraturan daerah (perda) syariah atau perda Injil karena menurutnya intoleran, dikritik pakar hukum tata negara Universitas Indonesia, Ali Abdillah.
Menurut Ali, PSI harus bisa membuktikan bahwa perda tersebut intoleran dan harus banyak belajar lagi tentang pemerintahan. Karena setiap perda itu, terangnya, melalui proses legislasi di DPRD. Sehingga itu sudah melalui proses demokrasi.
“Jangan menggunakan istilah-istilah yang menimbulkan stigma negatif. Kalau enggak sepakat, silakan uji ke Mahkamah Agung (MA). Kita melalui mekanisme yang benar aja,” ujar Ali kepada hidayatullah.com Jakarta, Kamis (15/11/2018)
Sebenarnya, kata Ali, tidak ada istilah perda syariah dan perda Injil dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Itu hanyalah istilah yang dibuat-buat saja. Yang ada adalah perda yang sesuai atau berlandaskan syariah.
Ali menjelaskan, sumber hukum di Indonesia itu adalah hukum barat, hukum Islam, dan hukum adat.
Jadi boleh-boleh saja, kata dia, kalau ada yang mau membuat peraturan berdasarkan hukum Islam.
“Asalkan melalui proses legislasi di DPRD,” kata Ali. “Bahkan banyak kok undang-undang yang diambil dari nilai-nilai agama. Dan enggak masalah. Apalagi perda.”
Ali mencontohkan undang-undang yang diambil dari nilai agama seperti undang-undang perkawinan. Ada frasa “perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan berdasarkan hukum agama masing-masing”, kata dia.
Selain itu, tambahnya, ada juga undang-undang perbankan syariah serta masih banyak lagi.
Baca: Instruksi HRS: Tenggelamkan Parpol Pendukung Penista Agama
Sebelumnya diketahui, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyatakan “PSI tidak akan pernah mendukung perda-perda Injil atau perda-perda Syariah”, pada peringatan hari ulang tahun keempat PSI, di BSD, Tangerang, Ahad (11/11/2018).
Pernyataan ini menunjukkan adanya indikasi dan patut diduga yang bersangkutan dan partainya adalah tidak memahami makna umat beragama dan agama yang dianut di Indonesia, dan dilindungi oleh UUD 1945 dan UU yang berlaku di Indonesia, kata Sekjen Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI) Juju Purwantoro.
Disebutkan Grace mengatakan “keberadaan perda-perda syariat maupun Injil dapat membatasi kebebasan masyarakat. Misalnya, perda semacam itu bisa memaksa siswa untuk berbusana tertentu hingga dapat membatasi kebebasan umat dalam beribadah. Ini kami ingin perangi.”
Pernyataan tersebut kata Juju jelas sangat tendensius dan bertentangan dengan keyakinan cara berpakaian perempuan penganut mayoritas agama Islam.* Andi