Hidayatullah.com– Yayasan Lentera Anak (YLA) mengungkapkan, sejak tahun 2006, salah satu perusahaan rokok telah melakukan eksploitasi anak berkedok audisi bagi anak-anak untuk mendapatkan pelatihan bulu tangkis oleh perusahaan rokok ini.
Mulanya audisi ini hanya digelar di Kudus, Jawa Tengah. Namun hingga kini, menurut YLA, audisi ini sudah melebar hingga ke 10 kota. Awalnya, peserta mulai dari 15 tahun, kini mereka juga menyasar anak berusia mulai 6 tahun hingga 15 tahun.
YLA menemukan jumlah peserta audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis naik hingga lebih 13 kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Total selama 10 tahun ada 23.683 anak ikut serta. Audisi yang melibatkan anak usia 6-15 tahun ini menurut YLA, tidak sebatas membiasakan merek rokok kepada mereka, namun patut diduga ada tindakan eksploitasi anak.
“Lebih dari 23.000 anak yang mengikuti kegiatan tersebut, tubuhnya dimanfaatkan sebagai media promosi brand image produk tembakau tertentu dengan mengharuskan peserta mengenakan kaos bertuliskan Djarum yang merupakan brand image produk zat adiktif yang berbahaya,” ungkap Ketua YLA, Lisda Sundari, dalam jumpa pers di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, pada Kamis (14/02/2019).
Meski audisi itu berkedok Djarum Foundation, namun tulisan “Djarum” di kaos peserta audisi, kata Lisda, sama font dan brand image-nya dengan merek rokok Djarum. Berdasarkan survei YLA (2018) yang bertajuk ‘Interpretasi Tulisan Djarum pada Kaos yang dikenakan Anak’, 68% dari total responden menginterpretasikan tulisan tersebut sebagai merek rokok Djarum.
YLA menyampaikan, pemanfaatan tubuh anak sebagai media promosi merupakan salah satu bentuk eksploitasi secara ekonomi, merujuk Pasal 66 UU Perlindungan Anak No.35/2014.
“Karena ada pihak lain yang akan mendapatkan keuntungan melalui promosi tersebut. Misalnya meningkatnya kesadaran terhadap brand produknya. Sementara itu, anak-anak tidak menyadarinya dan mengikuti audisi hanya untuk mengembangkan dirinya sebagai atlet bulutangkis,” jelasnya.
Lentera Anak mengingatkan, perbuatan mengeksploitasi tubuh anak bisa dipidana dengan pasal 88 UU No.35/2014 tentang Perlindungan Anak bahwa “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76I, dipidana paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).”
“Tak hanya itu, Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis juga melanggar PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan Pasal 47 (1) yakni mengikutsertakan anak-anak pada penyelenggaraan kegiatan yang disponsori rokok dan pasal 37 (a) tentang larangan menggunakan nama merek dagang dan logo produk tembakau, termasuk brand image produk tembakau,” tambahnya.
YLA menjelaskan, anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap berbagai eksploitasi. Karenanya harus dilindungi.
Untuk itu, YLA mengecam dan menolak semua kegiatan yang berpotensi mengeksploitasi anak Indonesia. Lisda berencana akan membawa kasus ini ke kepolisian.* Andi