Hidayatullah.com– Inisiator gerakan #KamiOposisi, Mardani Ali Sera, mengingatkan Presiden Joko Widodo agar lebih mengedepankan kemaslahatan rakyat dalam mengelola Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) terutama bidang Kesehatan.
Mardani mendesak mengelola BPJS seharusnya memegang teguh amanah konstitusi dan perundang-undangan.
“Saya mendesak Presiden Jokowi untuk segera memperbaiki sistem pengelolaan BPJS terutama sistem teknologi informasi dan manajemen operasional dengan baik, sehingga memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali,” ujarnya dalam keterangannya kepada hidayatullah.com, Jumat (06/09/2019).
Baca: DPR: Usulan Menkeu Beri Sanksi Peserta BPJS Kelewat Batas
Ketua DPP PKS ini menilai, yang harus segera dilakukan perbaikan adalah enam akar masalah yang dipaparkan dalam audit BPKP. Yaitu, rumah sakit nakal, layanan lebih banyak dari peserta, perusahaan main-main, peserta aktif rendah, data tidak valid, dan manajemen klaim.
“Semua itu apabila Sistem IT-nya benar dan efisien tidak akan carut marut seperti sekarang, apalagi masyarakat masih pakai kertas rujukan, mestinya cukup melalui aplikasi mobile,” ujarnya.
Selain itu, menurutnya, sejak implementasi BPJS dimulai pada tahun 2014, masih jauh dari sempurna sistem pengelolaannya.
“Saya minta Presiden segera memperbaiki sistem pengelolaan BPJS dengan baik dan benar sesuai UU dan menolak memberatkan masyarakat dengan memberikan sanski bagi peserta yang tidak bayar iuran,” ujarnya.
Baca: BPJS Defisit, Rakyat Miskin Tak Terlayani, Direksi Usul Naik Tunjangan
Menurut Mardani, akar dari permasalahan semua itu adalah miss management oleh dewan pengawas dan direksi yang gagal membuat sistem jaminan kesehatan nasional yang lebih simpel, terpadu, terukur, dan efektif serta efisien.
Sebelumnya disebutkan Menteri Keuangan Sri Mulyani serta DSJN dan Direksi BPJS pada bulan Agustus 2019 lalu mengusulkan Kelas I dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Kelas II dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu. Kelas III dari Rp 25.500 menjadi 42 ribu. Pemerintah beralasan kenaikan untuk menutup defisit BPJS tahun 2019 yang diperkirakan sebesar Rp 28,5 triliun.
Oleh karena itu, Wakil Komisi II DPR RI itu menolak wacana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan dua kali lipat dari sebelumnya.
“Selama ini pemerintah hanya mencari solusi mudah yang selalu membebani rakyat tanpa menyelesaikan akar-akar permasalahannya. Saya tegaskan menolak wacana kenaikan tarif BPJS Kesehatan. Kasihan rakyat kecil yang terus menerus terbebani ekonominya,” ungkapnya.
Baca: Jokowi Bantah Pemerintah Lalai soal Defisit BPJS Kesehatan
Mardani mengusulkan Pemerintah harus segera melakukan reformasi terhadap pengelolaan BPJS Kesehatan dengan mengangkat seluruh Direksi BPJS dan DJSN dari praktisi profesional yang memiliki kapasitas dan integritas terbaik dan bisa bekerja lebih baik agar miss management bisa teratasi.
“Ketimbang memindahkan Ibu Kota, lebih baik presiden serius melakukan reformasi birokrasi BPJS dan BJSN sekaligus memperbaiki sistem pengelolaannya. Agar negara bisa jadi pelindung dan menjadi pemberi kepastian kesejahteraan sosial dalam hal kesehatan seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali,” pungkasnya.*