Hidayatullah.com– Hingga saat ini, Pemerintah Papua mencatat sebanyak 2.047 mahasiswa pulang kampung ke wilayah paling timur Indonesia ini. Fenomena ini dinilai menjadi persoalan baru.
Semalam, Senin (16/09/2019), bupati dan wali kota di Papua menggelar pertemuan dengan Gubernur Papua Lukas Enembe di Gedung Negara, Jayapura, membahas persoalan tersebut.
Sejauh ini, Gubernur Papua Lukas Enembe masih berupaya berkomunikasi dengan ribuan mahasiswa yang telah kembali ke Papua. Namun upaya tersebut sulit terealisasi lantaran mahasiswa menolak menemuinya.
“Saya di Jawa Timur ditolak mahasiswa, padahal saya sebagai orang tua mereka. Di sini lagi mereka tolak saya, undangan sudah saya sampaikan untuk pertemuan di sini (Gedung Negara), mereka tidak datang,” ungkapnya dengan nada heran.
Baca: Bertemu Jokowi, Tokoh Papua Minta Fokus Pembangunan SDM
Berdasarkan data yang dihimpun dari laporan para bupati/wali kota dalam pertemuan semalam, jumlah kepulangan mahasiswa terbanyak berasal dari Kabupaten Yahukimo sekitar 600 mahasiswa. Sementara mahasiswa asal Nduga mencapai 500 orang.
Bupati Yahukimo, Abock Busup, saat dikonfirmasi wartawan di Gedung Negara, membenarkan kepulangan mahasiswanya dari sejumlah kota tempat belajar. Dari 1.800 mahasiswa, 600 orang sudah kembali ke Papua.
“Khusus untuk mahasiswa Yahukimo, tadi siang kami sudah bertemu dengan mahasiswa di asrama Yahukimo di Jayapura dan dipastikan ada 600-an mahasiswa Yahukimo sudah di Jayapura,” sebutnya kutip INI-Net, Selasa (17/09/2019).
Dalam pertemuan para kepala daerah itu, diungkap, jumlah mahasiwa terbanyak yang menempuh studi di luar Papua berasal dari Kabupaten Biak Numfor. Dari 2.500 mahasiswa Biak Numfor, baru empat mahasiswa yang dilaporkan pulang. Sementara mahasiswa asal Sarmi, belum satu pun yang dilaporkan pulang dari total 700 mahasiswa.
Selain membahas jumlah kepulangan mahasiswa, para bupati pun mengusulkan adanya kesepakatan bersama dalam rangka mencari solusi gelombang kepulangan mahasiswa dari luar Papua.
“Harus sepakat kalau pulang dengan mempertimbangkan dampak buruknya,” kata Bupati Deiyai, Ateng Edowai.
Menurutnya, pengawasan berlebihan oleh aparat menyebabkan mahasiswa ketakutan sampai kemudian memicu bertambahnya gelombang kepulangan mahasiswa.
“Mahasiswa takut, mereka meminta pulang. 338 mahasiwa asal Deiyai sudah pulang,” sebutnya.
Pendapat senada disampaikan Bupati Puncak, Willem Wandik. Menurutnya, perasaan tak nyaman yang dirasakan mahasiswa Papua di kota studi membuat gelombang kepulangan bertambah terus.
Bahkan, disebutnya, ketakutan tidak hanya dirasakan di luar Papua, tapi warga di Kota Jayapura. Ia lantas melaporkan, dari total 500 mahasiswa asal Puncak yang berada di kota studi, 20 di antaranya sudah kembali ke Papua.
Kata dia, warga di Jayapura takut keluar rumah, apalagi mahasiswa Papua di luar Papua sana.
“Mereka meminta pulang dan kalau merasa tidak aman, kami akan pulangkan,” sebutnya.
Sebelum ini, Kapolda Papua Irjen Rudolf Albert Rodja menyebut data kepulangan mahasiswa Papua diambil dari manifest pesawat yang tiba di Bandara Sentani, Jayapura. Sedangkan mahasiswa yang pulang menggunakan kapal laut belum terpantau.*