Hidayatullah.com– Ada tiga syarat jika sebuah lembaga amil zakat (laznas) ingin sukses. Demikian dikatakan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah Dr Nashirul Haq dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Baitul Maal Hidayatullah (BMH) di Hotel Santika Makassar, Sulawesi Selatan itu, Selasa (05/11 2019).
Tiga syarat itu adalah teguh pada jati diri, inovatif, dan sinergi. Teguh pada jati diri misalnya niat. Para personil yang bergabung pada BMH niatnya benar-benar karena ibadah dan perjuangan.
Dengan niat seperti itu kinerja bisa melejit karena siap bekerja dimana dan kapan saja. Ia juga siap berkorban apa saja. “Semakin tinggi pengorbanan, semakin tinggi nilai ibadahnya,” tegas Nashirul.
Nashirul mengingatkan, para amil BMH bukan semata karyawan. Bukan pula materi yang menjadi orientasi dasar. Para amil sesungguhnya juga seorang dai.
“Jika bergabung ke BMH karena motivasi bekerja, semoga cepat berubah,” katanya.
Baca: BMH Salurkan Perlengkapan Ibadah ke Pengungsi Gempa Ambon
Selain niat, etika, atau akhlaq harus benar-benar menyatu kepada diri para amil. Dengan begitu laznas yang bersangkutan akan mendapat kepercayaan dari masyarakat.
“Bila predikat al amin diraih, insya Allah bukan cuma donasi, bisa lebih dari itu,” kata Nashirul yang juga Pembina BMH.
Laznas juga mesti memegang teguh standar syariah. Sebab ini institusi syariah. Makanya ada pengawas syariah, agar kebijakan laznas berstandar syariah. Dalam hal ini akad menjadi penting. Yang membedakan bangkai dengan bukan hanya, kata Nashirul, sebenarnya terletak pada lafadz saja. Baca basmallah dan bukan.
“Hubungan suami istri, halal atau tidak terletak pada akadnya,” tambahnya.
Termasuk dalam jati diri itu adalah keseimbangan antara hubungan ke atas (Allah) dan hubungan antar sesama.
“Ustadz Abdullah Said dulu selalu mengingatkan jangan meninggalkan kampus sebelum shalat dhuha,” kata Nashirul mengutip Pendiri Hidayatullah itu.
Dalam konteks ini, Nashirul menegaskan, keberhasilan lazis tidak hanya dilihat dari segi fisik, tapi juga diukur dari kualitas ibadah para personilnya.
Zakat, lanjut Nashirul, termasuk ke dalam rukun Islam. Namun faktanya, di Indonesia ini banyak orang sebenarnya sudah termasuk golongan muzakki (pemberi zakat), tidak mau menunaikan zakatnya. “Di sinilah peran amil untuk memberi pencerahan,” katanya.
Di situlah betapa tinggi peran amil di mata Allah jika mampu mengantarkan seseorang sehingga mau menunaikan zakat. Nashirul mengutip sebuah hadits masyhur yang artinya, memberi petunjuk satu orang itu lebih baik dari kendaraan yang paling baik sekalipun. “Ini harus menjadi motivasi setiap amil zakat.”
Baca: Rakernas BMH, Kuatkan Platform Zakat yang Inovatif, Efektif, Efisien
Di bagian lain ceramahnya Nashirul mengatakan, BMH bisa jadi alat untuk menyelamatkan akidah umat. Sekarang banyak aliran-aliran sesat. BMH perlu belajar teknik-teknik wasathiyyah (moderat) dalam berdakwah. Di sini ada kaedah, sebelum kenalkan Islam lembutkan dulu hatinya. Salah satu cara melembutkan hati adalah memberi . “Tidak ada orang keras hatinya jika sudah disantuni,” jelas doktor lulusan dari Universitas Islam Internasional Malaysia ini.
Sebaliknya, jika orang belum terpenuhi logistiknya kadang tak bisa berpikir. “Makanya ada istilah kalau tidak ada logistik, logika tidak jalan,” katanya.
Kunci sukses kedua adalah inovatif. Perkembangan teknologi yang begitu cepat menuntut setiap lazis senantias berinovasi. “Inovasi dalam pengertian memunculkan ide, metode dan produk baru,” katanya.
Kunci berikutnya adalah sinergi dengan pihak lain. Terkait ini, Nashirul menegaskan, ada tiga hal yang mesti diperhatikan. Yaitu komunikasi, menyingkirkan ego sektoral, dan komitmen pada regulasi yang sudah disepakati.*