Hidayatullah.com– Presiden Joko Widodo pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Indonesia Maju dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) 2019 mengeluhkan bahwa di Indonesia sudah kebanyakan peraturan.
“Negara ini sudah kebanyakan peraturan dan negara kita bukan negara peraturan,” ujar Jokowi di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019).
Acara dihadiri oleh para menteri Kabinet Indonesia Maju, gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD tingkat I dan tingkat II, kajati, kajari, ketua pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, kapolda, kapolres, dandim hingga danrem serta para kepala lembaga negara terkait, sebanyak 2.693 orang.
Oleh karena itu, Jokowi meminta kepala daerah maupun DPRD tingkat I dan tingkat II tidak lagi membuat banyak peraturan.
“Saya titip, di sini ada ketua-ketua DPR. Gubernur, wali kota, bupati ada semua, saya sudah pesan ke ketua, pimpinan DPRD tingkat I dan II, jangan banyak-banyak membuat perda (peraturan daerah), jangan banyak-banyak membuat pergub (peraturan gubernur), perbup (peraturan bupati), perwali (peraturan wali kota),” ujarnya kutip INI-Net.
Menurut Jokowi, banyaknya peraturan malah menjerat bangsa Indonesia sendiri.
“Semua diatur malah kita terjerat sendiri, hati-hati, setop. Itu sedikit-sedikit diatur, akhirnya kecepatan dalam bergerak, memutuskan terhadap perubahan-perubahan yang ada menjadi tidak cepat. Padahal negara sebesar apa pun inginnya fleksibel, cepat merespons semua perubahan, tapi kita kebanyakan peraturan, buat apa,” ujarnya.
Menurut Jokowi, perda-perda itu malah memperumit pelaksanaan usaha di masyarakat. Minggu lalu, Jokowi mengaku ketemu secretary Ross dari Amerika Serikat, tangan kanan Presiden Donald Trump. Saat ini katanya di AS kalau menterinya mau membuat 1 peraturan menteri, dia harus mencabut 2 peraturan menteri sebelumnya. Itu berarti, keluar 1 aturan, hilang 2 aturan.
Baca: Jokowi Minta Menterinya Belajar dari AS sebelum Keluarkan Aturan
Jokowi juga menyinggung mengenai apa yang ada di balik proses pembuatan perda-perda itu.
“Saya tahu buat perda pasti ada kunker (kunjungan kerja), ada studi banding, saya ngerti, saya ngerti tapi setop. Di kunker ada apanya saya mengerti dan di studi banding ada apanya saya ngerti. Saya orang lapangan saya ngerti, setop,” kata presiden disambut tawa peserta rapat.
Menurut Jokowi, produksi peraturan yang terus menerus tersebut menyababkan fleksibilitas Indonesia menjadi lambat.
“Saya juga mau buat aturan itu, menteri mau buat 1 permen (peraturan menteri) boleh, tapi hilang 10 (permen), tapi saya masih hitung-hitung biar permen-permen itu hilang. Kebanyakan peraturan pusing sendiri, fleksibilitas paling penting, kecepatan paling penting semua negara akan menuju ke situ karena siapa yang lebih cepat dia yang menang,” sebutnya.
Menurutnya, kalau aturan-aturan tersebut terus terpelihara, maka Indonesia tertinggal dari negara-negara lainnya.
“Semua harus mengerti mengenai masalah-masalah ini agar tidak ada saling menyalahkan, tidak ada bisik-bisikan, tidak ada saling menjegal, sudah setop, semua harus bekerja bersama-sama, mumpung suasana politik kita sangat sangat bagus.
Ini yang harus terus kita rawat dan jaga semua menjalankan tugas masing-masing, tapi saling berkomunikasi, terbuka dan menjaga agenda besar bangsa ini, menjaga ketertiban nasional kerukunan itu wajib,” sebut Jokowi.*