Hidayatullah.com– Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menyampaikan kecamannya terhadap Pemerintah Republik Rakyat China terkait pelanggaran HAM atas Muslim Uighur di Xinjiang, China.
“Pemerintah China menggunakan retorika melawan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme untuk membenarkan tindakan pembantaian terhadap Muslim Uighur dan itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia, karena itu kami sangat mengecamnya,” ujar Ketua Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Razikin dalam pernyataannya diterima hidayatullah.com semalam (16/12/2019).
Menurut Razikin, pemerintah China sekarang ini sedang berusaha keras untuk membentuk suatu identitas kesatuan bangsa China, namun kemudian menjadi masalah pemerintah China justru melanggar HAM fundamental dari kelompok Uighur dengan tidak menjalankan perangkat-perangkat hukum yang ada baik di ranah domestik maupun di ranah internasional.
“Banyak persoalan HAM fundamental dari etnik Uighur yang tidak bisa ditegakkan, seperti hak untuk mengekspresikan identitas kulturalnya, hak untuk bebas diskriminasi dalam banyak aspek kehidupan seperti mendapatkan pekerjaan, hak untuk mendapatkan rasa aman, dan hak-hak lainnya,” ujar Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia ini.
Baca: Muhammadiyah Desak Pemerintah Indonesia Bersikap Tegas ke China soal Pelanggaran HAM Uighur
Razikin menambahkan, kebijakan pemerintah China dalam membangun nasionalismenya, lebih banyak dijalankan dengan cara-cara represi dan diskriminasi terhadap minoritas etnik Uighur di Xinjiang ketimbang memberikan pemberdayaan.
Diskriminasi tersebut, katanya, terpotret secara jelas dengan tidak diakuinya identitas lokal etnik Uighur dengan memaksakan memberikan “identitas baru” sebagai bangsa China. Sementara identitas baru tersebut dapat menghilangkan identitas-identitas lokal yang telah lama melekat dalam diri masyarakat Uighur.
“Pelanggaran yang lain yang dilakukan Pemerintah China terkait hak-hak esensial Muslim Uighur adalah seperti hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa diskriminasi, hak untuk hidup aman, hak untuk dapat mengekspresikan identitas kulturalnya, dan hak-hak fundamental lainnya,” ungkapnya.
Rentetan represi dan diskriminasi tersebut, lanjut Razikin, memunculkan pergolakan serta usaha-usaha pemberontakan.
“Kami bisa memahami bahwa, semakin direpresi, terkadang orang justru akan semakin memberontak dan aksi-aksi separatisme ini bisa jadi merupakan manifestasi dari rasa frustasi masyarakat Uighur karena terus mengalami diskriminasi dan represi pemerintah China,” ujarnya.
Baca: Pandangan dan Sikap Lengkap Muhammadiyah Soal Penindasan Uighur
Sebelumnya, hari-hari ini beberapa ormas Islam Indonesia geram dengan pemberitaan sebuah media asing yang menyebut ormas Islam yang salah satunya Muhammadiyah bungkam terkait Muslim Uighur setelah “disuap” oleh China.
Razikin menilai, pemberitaan itu merupakan upaya untuk menyudutkan ormas Islam baik MUI, Muhammadiyah, maupun NU di satu sisi dan pada sisi yang lain dapat juga dimaknai sebagai pemantik agar ormas seperti Muhammadiyah dapat lebih keras lagi bersikap dalam upaya membangun solidaritas pembelaaan kepada komunitas Muslim Uighur.*