Hidayatullah.com– Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih sangat menyayangkan Pepres No 82 Tahun 2019 yang dinilainya membuat gaduh belakangan dan berimbas bagi akses pendidikan yang lebih luas.
“Ke depan akan semakin tidak jelas soal pendidikan non-formal ini jika ‘rumah’nya tidak ada, meski menurut Plt Dirjen Vokasi, program dan anggarannya masih ada,” ujar Fikri dalam kunjungan kerja (Kunker) Komisi X ke Solo, Jawa Tengah (23/01/2020).
Sebagaimana rilisnya kepada hidayatullah.com, disebutkan terbitnya Perpres No 82 Tahun 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Permendikbud No 45 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendikbud membuat gaduh bagi stakeholder bidang pendidikan non-formal dan masyarakat. Karena, kebijakan tersebut menghilangkan direktorat jenderal yang mengurusi PNFI/Pendidikan Masyarakat.
Dalam kunker tersebut, Komisi X juga melakukan peninjauan lapangan ke sejumlah Lembaga Kursus Pelatihan (LKP) dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Fikri melihat, lembaga-lembaga itu sangat eksis dan memberi manfaat bagi masyarakat.
“Faktanya mereka, di Solo ini, eksis dan sangat bermanfaat bagi akomodasi akses pendidikan yang lebih luas,” terang wakil rakyat yang pernah berprofesi sebagai pendidik ini.
Disebutkan pula besarnya kontribusi pendidikan non-formal juga diakui oleh Wali Kota Surakarta Fx Hadi Rudyatmo. Menurutnya, pendidikan non-formal telah berkontribusi dalam mendongkrak Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Surakarta, menyelesaikan masalah pemuda dan masyarakat. Pihaknya pun akan membuat ‘rumah’ sendiri bagi pendidikan non-formal sesuai kewenangan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah jika di tingkat pusat tidak ada.
Fikri menambahkan, kebijakan yang membuat gaduh tersebut adalah kebijakan yang tidak konsisten karena sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas, Pendidikan NonFormal-Informal (PNFI) merupakan komponen penting dalam pendidikan nasional.
“Artinya, pendidikan non-formal memiliki posisi yang sama dengan pendidikan formal, memiliki tugas dan fungsi yang sama dalam memenuhi kebutuhan masyarakat memperoleh pendidikan,” jelas Fikri.
Ia pun berharap pendidikan non-formal seperti yang dilakukan PKBM ataupun LKP dapat terus memberikan peran dalam mengisi kesenjangan pengetahuan yang ada di masyarakat.
Sebab, saat ini tingkat kesenjangan sosial di tanah air, yang disebabkan oleh kesenjangan pengetahuan masih amat tinggi. Menurut Global Wealth Databooks (2016) yang dikutipnya, Indonesia berada di urutan ke empat terbawah setelah Rusia, India, Thailand.
“Bagaimana pendidikan non-formal ini bisa berkontribusi maksimal jika program dan anggaran terus dikurangi, bahkan ‘rumah’nya saja tidak ada?” pungkasnya.*