Hidayatullah.com– Anggota Tim Pengawas DPR RI untuk Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Toriq Hidayat, merasa prihatin dengan nasib Pekerja Migran Indonesia (PMI) di negeri jiran akibat pemberlakuan lockdown oleh Pemerintah Malaysia untuk menekan penyebaran Covid-19.
Kebijakan lockdown di Malaysia sudah masuk hari ke-50 hingga Rabu (06/05/2020).
Toriq menyebutkan, temuan tim pengkajian dan penelitian Covid-19 Komnas HAM dan beberapa perwakilan ormas Indonesia yang berada di negeri jiran memperkirakan, setidaknya satu juta PMI di Malaysia terancam kelaparan akibat dari kebijakan lockdown itu.
Anggota DPR RI ini menilai pemerintah Indonesia harus menangani ancaman tersebut.
Penyebab ancaman kelaparan bagi PMI di negeri jiran, jelasnya, adalah terhalangnya penyaluran bantuan sembako kepada mereka akibat kebijakan lockdown.
Toriq yakin bahwa kebijakan akan jaminan bantuan bahan makanan bagi masyarakat miskin selama masa lockdown juga berlaku di Malaysia.
“Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar di Malaysia harus pro aktif berkoordinasi dengan pemerintah Malaysia dalam penyaluran bantuan sembako selama masa lockdown bagi PMI. Jika ada kendala dalam hal penyalurannya, diharapkan Kedubes RI bersama pemerintah Malaysia bisa mencari sumber kendala dan menghilangkan kendala yang ada,” ujar Toriq dalam rilisnya diterima hidayatullah.com pada Rabu (06/05/2020).
Kalau kendalanya karena tidak ada tenaga yang menyalurkan bantuan itu, lanjut Toriq, maka dapat bekerja sama dengan LSM-LSM Indonesia atau perwakilan ormas-ormas Indonesia yang ada di Malaysia. “Seperti NU dan Muhammadiyah atau yang lainnya untuk membantu penyaluran bantuan sembako kepada para PMI,” imbuhnya.
Anggota Komisi I DPR RI ini pun mendesak Kementerian Luar Negeri RI agar terus berupaya optimal dalam memberikan perlindungan bagi seluruh PMI di Malaysia, agar ancaman kelaparan bagi 1 juta PMI tidak terjadi.
“Ungkapan bagai makan buah simalakama mungkin ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi saat ini. Jika negara-negara di dunia tidak menerapkan kebijakan lockdown atau cirkuit breaker atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau apapun namanya untuk mencegah penyebaran Covid-19 maka virus ini akan terus memakan korban jiwa,” ujar Toriq.
Hingga saat ini, sambungnya, angka kematian sudah mencapai 200 ribu orang di seluruh dunia.
“Sebaliknya jika kebijakan lockdown diterapkan maka wabah Covid-19 akan berdampak buruk pada ekonomi. IMF dan World Bank menyatakan dampaknya akan lebih buruk dari krisis di tahun 2008.
Sedangkan Menteri Keuangan Indonesia khawatir krisis ekonomi pada tahun 1998 akan terulang. Roda perekonomian berhenti dan dipastikan angka kemiskinan bertambah.
Pada akhirnya, sebagian besar negara-negara di dunia lebih memilih kebijakan lockdown untuk menekan angka kematian dan bersiap menghadapi dampak krisis ekonomi,” lanjutnya.
Toriq pun mengingatkan, setiap kebijakan yang diberlakukan oleh setiap pemerintahan di negara manapun, pasti memiliki konsekuensi, baik bagi pemerintah itu sendiri maupun bagi masyarakat.
Di antara konsekuensinya yaitu kehadiran pemerintah dalam menghadapi dampak buruk dalam sebuah kebijakan.
Demikian juga kebijakan lockdown atau PSBB, dimana pemerintah, kata Toriq, harus menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan selama kebijakan lockdown atau PSBB diberlakukan. Sehingga dampak buruk dari sebuah kebijakan bisa diminimalisir.*