Hidayatullah.com– Kasus lelang keperawanan oleh seorang wanita di Jawa Timur mengundang keprihatinan. Tindakan melelang keperawanan, jelas anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim Abdul Kholiq Lc MHI, adalah bertentangan dengan syariat Islam.
Abdul Kholiq menjelaskan, asal hukum kemaluan adalah haram.
“Sebagaimana disimpulkan oleh para ulama dalam kaidah fiqhiyyah:
الأصل في الأبضاع التحريم
” Hukum asal kemaluan adalah haram”,” ujarnya kepada hidayatullah.com saat dimintai penjelasan, Jumat (22/05/2020).
Artinya, lanjut Abdul Kholiq, segala tindakan terkait dengan kemaluan itu adalah sesuatu yang diharamkan. “Tidak bisa diapa-apakan, kecuali dengan sesuatu yang memang dihalalkan. Yang dihalalkan sedikit karena hukum asalnya adalah haram,” imbuhnya.
“Yang dihalalkan adalah hanya dimanfaatkan kepada istrinya atau kepada suaminya atau kepada budaknya, sekarang kalau budak itu tidak ada sehingga yang boleh hanya kepada suami atau kepada istrinya (seseorang),” jelasnya.
Maka, sambungnya, segala tindakan terkait kemaluan di luar istri/suami, nilainya adalah haram. “Termasuk adalah dilelang. Enda ada dalam Islam itu namanya lelang keperawanan seperti itu, itu adalah tindakan ilegal di luar ketentuan syariat,” jelasnya.
“Gak ada ceritanya dalam Islam seperti itu (lelang keperawanan),” tambahnya.
“Dengan demikian, karena pola lelang itu adalah pola tindakan terhadap kemaluan yang di luar yang diizinkan syariat, tentu itu adalah suatu hal yang haram,” tegas eks Ketua STAIL Surabaya ini.
Lalu apa hukumnya niat berbuat baik tapi caranya dengan maksiat?
Abdul Kholiq menjelaskan, ada prinsip dalam beribadah atau berbuat baik dalam Islam. Bahwa, yang diakui sebagai perbuatan baik adalah, pertama, jika niatnya karena Allah. Kedua, caranya dibenarkan secara syar’i.
“Kalau ada perbuatan atau niatan berbuat baik tapi caranya tidak syar’i, maka tidaklah itu menjadi suatu kebaikan, tidak mungkin,” ujarnya.
Rasulullah mengatakan, karena Allah itu Yang Maha Baik, maka tidak menerima sesuatu kecuali memang itu baik, tambanya.
“Kalau dzohirnya baik tapi kalau modalnya adalah modal busuk, maka itu sebenarnya adalah hal yang busuk,” ujarnya.
“Seperti tadi, niatnya berbuat baik dapat pahala, tetapi modalnya adalah kemaksiatan,” sambungnya.*