Hidayatullah.com– Angota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani menilai kebijakan normal baru (new normal) di saat masih tingginya kasus Covid-19, adalah langkah terburu-buru.
“Kebijakan new normal ini harus ditolak karena sangat terburu-buru dan mengkhawatirkan, kasus Covid-19 di negara kita juga masih tinggi dan belum ada tanda-tanda penurunan yang signifikan. Data per Selasa 26 Mei 2020 saja ada 415 kasus baru dengan total 23.165 pasien positif di seluruh Indonesia,” ujar lewat keterangan medianya diterima hidayatullah.com pada Kamis (28/05/2020).
Netty mengatakan kebijakan normal baru sebagaimana yang disampaikan WHO jangan ditangkap secara separuh-separuh oleh Pemerintah. Sebab, WHO juga memberikan penekanan bahwa normal baru itu hanya berlaku bagi negara yang sudah berhasil melawan Covid-19, seperti China, Vietnam, Jerman, Taiwan, dan negara lainnya.
“Sementara kita masih jauh dari kata berhasil, kenapa justru mau segera menerapkan new normal?” ujarnya.
Netty juga menyebut bahwa selama ini penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah sangat berantakan, baik dari segi pencegahan maupun pengendalian.
“Penanganan yang dilakukan pemerintah selama ini terlihat tidak maksimal dan berantakan, yang membuat rakyat bingung dengan cara pemerintah mengelola pemerintahan
Seperti misalnya kemampuan tes corona kita yang rendah, kita juga belum melewati titik puncak pandemi Covid-19, tapi pemerintah mau melakukan new normal kan ini tidak masuk akal, yang ada justru akan memicu gelombang kedua Covid-19 alias membuat kasus positif virus corona melonjak,” ujarnya.
Sebagaimana yang diberitakan, hari Selasa kemarin Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau langsung penerapan normal baru di sarana transportasi umum di Stasiun MRT Bundaran HI.
“Meskipun pemerintah telah meninjau beberapa lokasi, tetapi ini saja belum cukup. Apa pemerintah bisa memastikan bahwa berbagai tempat publik seperti sekolah, perkantoran, pelabuhan, bandara, tempat ibadah dan lain-lain sudah bisa menerapkan protokol pencegahan Covid-19 secara ketat? Kalau tidak ada jaminan, jangan buru-buru menerapkan new normal, ” kata Netty.
Pemerintah berencana menjalankan kebijakan normal baru dalam mengantisipasi resesi ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
Rencananya, pemerintah akan melakukan lima tahapan dalam kebijakan kenormalan baru yakni mulai dari dibukanya sektor bisnis dan industri, pasar dan mal, sekolah dan tempat kebudayaan, restoran dan tempat ibadah, hingga beroperasinya seluruh kegiatan ekonomi secara normal.
Terkait panduan kerja normal baru yang dikeluarkan oleh Kemenkes, Netty menyebut bahwa panduan itu hanya mengurangi risiko terpapar tetapi tidak menjamin tidak adanya penularan.
“Apa yang dikeluarkan oleh Kemenkes itu hanya mengurangi risiko tapi tidak menjamin tidak adanya penyebaran virus, karena ada orang yang tanpa gejala (OTG) yang bisa menularkan virus di mana-mana, ” terang Netty.
“Terkait aturan shift 3 adalah pekerja di bawah usia 50 tahun ini juga tidak tepat, karena berdasarkan data dari Gugus Tugas pasien positif Covid-19 di bawah usia 50 tahun itu mencapai 47 persen, jadi di mana letak amannya?” Kata Netty mempertanyakan.
Menurutnya, Kemenkes juga harus memastikan adanya perubahan dalam semua pelayanan kesehatan dan bukan hanya untuk kasus Covid-19 saja.
“Karena ini sangat penting, mengingat selain Covid-19 juga masih banyak penyakit-penyakit lainnya yang menghantui kita seperti TBC dan DBD. Di daerah-daerah terpencil juga masih banyak yang kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal, ini harus menjadi catatan pemerintah,” pungkasnya.*