Hidayatullah.com– Cendekiawan Muslim KH M Cholil Nafis turut menyoroti Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang saat ini sedang menuai banyak penolakan. Kiai Cholil RUU ini berpotensi mengubah haluan Indonesia menjadi negara sekuler.
Kiai Cholil mengatakan, semua ormas Islam sepakat bahwa RUU HIP cacat hukum dan cacat interpretasi. Bahwa RUU HIP perspektifnya dan tafsirnya tak sesuai dengan dasar negara Indonesia.
“Ia (RUU HIP) punya haluan sendiri yang berbeda dengan polok-pokok haluan Pancasila yang original,” ujar Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat ini dalam pernyataannya di website resminya dan diizinkan untuk dikutip hidayatullah.com pada Senin (15/06/2020).
RUU HIP menuai polemik tak kalah seru dari masalah pandemi Covid-19. “Masyarakat seakan lupa tentang penyakit mematikan sehingga lebih banyak fokus pada soal RUU yang akan mematikan dasar negara Indonesia,” ujar Kiai Cholil.
Ia menjelaskan, ada tiga hal pokok dan mendasar yang fatal dari RUU HIP.
“Pertama, Konsideran itu tak memuat TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme. Padahal inilah dasar utama dalam membicarakan bagaimana Pancasila menjaga titik persatuan dan menolak kekejaman,” sebutnya.
Tak mungkin akan bicara ideologi Pancasila tanpa berpijak pada sejarah dimana Pancasila pernah dicoba untuk diganti dengan Komunisme. Peristiwa itulah, kata Kiai Cholil, yang melahirkan peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Itulah sejarah bangsa yang mempertahankan ideologi Pancasila sebaga titik temu (kalimatu sawa’) para anak bangsa.
“Kedua, RUU HIP pada pasal 7 ayat 2 berbunyi, “…. ketuhanan yang berkebudayaan”. Frase ini sungguh dilematis karena mengganti nilai-nilai ilahiyah dan fundamental keyakinan masyarakat yang transenden dan sakral dengan nilai kebudayaan manusia yang relatif dan provan,” tambahnya.
Frase itu, jelasnya, pasti tak akan berujung polemiknya. Sebab umat Islam yang telah rela menghapus Piagam Jakarta saat pendirian bangsa ini tak akan rela melepaskan kata sakral di sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. “Sebab frase pasal 7 RUU HIP itu berpotensi mengubah negara ini berputar haluan jadi negara sekuler,” imbuhnya.
Baca: Sikapi RUU HIP, Muhammadiyah Kirim Tim Jihad Konstitusi
Ketiga, tambah Kiai Cholil, memeras Pancasila menjadi tri atau ekasila menjadi bertentangan dengan Pancasila yang seutuhnya. Sebab negara ini hanya bertitik tekan pada masalah sosial dan politik. Bahkan hanya fokus pada soal gotong royong.
“Padahal negara ini meliputi banyak hal untuk dijiwai oleh Pancasila, bhineka dari aspek keagamaan, kesukian dan kemasyarakat menjadi tunggal ika. Aspek pertahanan dan keamanan harus dijawai oleh Pancasila. Bahwa tak sejengkal pun negeri ini tak boleh dicaplok dan dikuasai oleh negara lain. Kedaulatan negara dan seisi alam kekayaannya harus dikuasai oleh negara,” jelasnya.
Kiai Cholil menilai, akibat ketidakcakapan drafting RUU HIP dalam melihat dan merasakan denyut nadi kebangsaan Indonesia dan pokok-pokok isi Pancasila, maka telah memancing gejolak umat dan ormas Islam.
“Semua ormas mendeklarasikan penolakan draf RUU HIP ini dengan berbagai argumentasinya. Bahkan pemerintah melalui suara Menkopolhukam punya persepsi yang sama untuk mengubah dan mungkin bahkan menolaknya jika RUU itu hendak akan diteruskan dalam pembahasan,” ujarnya.
Baca: Dewan Pimpinan MUI se-Indonesia Berikan Maklumat Tegas Tolak RUU HIP
Kiai Cholil mengaku secara pribadi berpendapat, bahwa yang namanya RUU itu pasti tidak sempurna dan pada saat pembahasannya pasti akan mengalami banyak perubahan.
“Sekarang saja yang masih dalam pembahan RUU telah mendapat tanggapan dari pihak DPR yang berinisiatif mengajukan Rancangan Undang-Undang HIP ini sudah mebuka diri untuk memasukkan TAP XXV/MPRS/1966 ke dalam konsideran RUU HIP, menghapus pasal 7 dan mengubah pasal-pasal lain yang perlu disesuaikan,” ujarnya.
Namun, sambungnya, RUU HIP ini sudah memancing kecurigaan antar anak bangsa sehingga berpotensi jadi perpecahan, urgensinya pun belum pada taraf darurat karena Indonesia sudah punya perangkat konstitusi dan beberapa TAP MPR yang bisa menjadi acuan hidup berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila.
“Maka RUU HIP ini seharusnya ditunda pembahasannya atau sama sekali dihapuskan pembahasannya di masa yang akan datang,” ujarnya.
Selain itu, kata Kiai Cholil, perlu langkah konsolidasi antar anak bangsa untuk bersama menjaga NKRI berdasarkan Pancasila dan menolak ideologi lain seperti Komunis dan Marxisme.
“Dalam waktu dekat seluruh komponen bangsa perlu melakukan pertemuan. Seperti NU, Muhammadiyah dan antara ormas Islam dengan pemerintah untuk membangun soliditas menjaga persatuan dan merawat negara berdasarkan Pancasila,” pungkasnya.*