Hidayatullah.com– Anggota DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah segera mengevaluasi proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilakukan sekolah-sekolah pada era normal baru di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
Sebab, jelas Anggota F PAN DPR ini, banyak keluhan dari orangtua murid terkait kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dengan pola belajar-mengajar yang diterapkan. Keluh kesah itu banyak beredar di media sosial.
Terbaru, sebagaimana diketahui, Dimas Ibnu Alias, seorang murid SMPN di Rembang, Jawa Tengah yang terpaksa belajar di sekolah sendirian akibat tidak punya smartphone untuk mengikuti pelajaran dari sekolah.
“Kasus seperti Dimas ini diyakini banyak di berbagai daerah di Indonesia. Sebab, ada banyak warga masyarakat yang tidak bisa mengakses internet. Terutama mereka yang tinggal di pelosok-pelosok dan daerah-daerah perbatasan. Keluhan yang banyak disampaikan antara lain tidak memiliki smartphone atau komputer untuk mengakses pembelajaran dari sekolah.
Selain itu, ada banyak keluarga yang tidak mampu membeli kuota internet untuk online. Kalaupun ada, mereka tidak bisa memakainya setiap hari karena keterbatasan budget,” ungkap Saleh dalam rilisnya dikutip dari DPR RI, Senin (27/07/2020).
Keluhan proses belajar mengajar ala pandemi Covid-19 ini paling banyak dirasakan ibu-ibu rumah tangga. Pasalnya, merekalah yang tinggal di rumah dan mengawasi kegiatan belajar anak-anaknya. Sedangkan para suami biasanya pergi bekerja mencari nafkah.
Bayangkan, kata Anggota Komisi IX DPR ini, jika dalam satu keluarga ada 3 atau 4 anak yang sekolah, berarti orang tuanya harus membeli 3-4 alat smartphone atau komputer. Kuota internet yang dibutuhkan pun akan lebih besar.
Belum lagi saat belajar, saat anak yang satu minta dibantu, anak yang lainnya sudah memanggil ibunya untuk mengerjakan hal lain.
Perlu diingat, tambah Saleh, tak semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah itu semuanya dapat dipahami oleh orang tua murid. Selain itu, banyak PR yang harus dikerjakan. Praktis, dengan pola belajar seperti ini, orang tua murid dipastikan akan menghabiskan waktu untuk mengurus pelajaran-pelajaran anak-anaknya.
“Padahal, urusan rumah tangga bukan hanya soal sekolah, tetapi ada banyak hal lain yang mungkin lebih kompleks. Bagi yang punya smartphone dan komputer, sering juga disalahgunakan anak-anak. Di sela-sela proses belajar mengajar itu, mereka juga bermain game. Kalau dulu orang tua dinasihati untuk tidak memberi smartphone pada anak, sekarang ini orang tua malah dituntut untuk menyiapkannya. Ini sangat dilematis dan perlu dicarikan solusinya,” seru politisi asal daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara II ini.
Selain itu, tambahnya, anak-anak yang belajar di rumah sering sekali kurang tertib. Pasalnya, aturan yang selama ini diberlakukan di sekolah, tak seluruhnya dapat dilakukan di rumah.
Tak jarang, anak-anak banyak yang belajar tidak fokus. Pelajaran olahraga pun begitu. Jika di sekolah para murid bisa langsung berolahraga di lapangan. Guru langsung mengajari murid. Sekarang ini, olahraga tersebut tentu akan sulit diterapkan
Kemudian, masih ungkap Saleh, banyak pelajaran yang memerlukan praktikum dan praktik lapangan. Seperti pelajaran biologi, kimia, dan fisika. Pelajaran-pelajaran itu sering sekali harus dengan praktikum. Dengan belajar jarak jauh, praktikum itu akan terkendala. Sedangkan pada sisi lain uang SPP juga tetap harus dibayar.
“Walaupun pola belajar mengajarnya seperti yang dijelaskan di atas, namun demikian tidak berpengaruh pada pembayaran SPP. Terutama anak-anak yang belajar di sekolah swasta. Biaya yang dikeluarkan tetap sama. Padahal, proses belajar mengajar yang dilakukan sebagian besar sudah menjadi tanggung jawab orangtua. Ini kan tentu tidak adil bagi para orang tua siswa,” ungkapnya.* (SKR)