Hidayatullah.com- Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai peringatan Hari Pahlawan Nasional 2020 sebagai momentum untuk melakukan rekonsiliasi nasional. Hal ini katanya agar bangsa Indonesia ke depan tetap utuh serta bisa berdiri dengan kuat dan kokoh di atas kaki.
Anwar mengambil pelajaran dari peristiwa 10 November yang memperlihatkan kepada bangsa Indonesia tentang arti penting persatuan dan kesatuan untuk mencapai kemenangan dan cita-cita.
“Hari ini benar-benar dituntut untuk bisa menjaga persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa supaya negeri ini tidak porak poranda,” ujarnya dalam pernyataan tertulisnya diterima media pada Selasa (10/11/2020). “Melakukan rekonsiliasi nasional supaya di antara kita yang sama-sama mencintai negeri ini ada titik temu,” sambungnya.
Buya Anwar, sapaan Ketua PP Muhammadiyah ini, berharap kepada pemerintah maupun elemen masyarakat agar tidak memaksakan sikap dan pandangannya kepada pihak lain. “Tetapi menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai acuan bersama supaya polarisasi dan perbedaan pandangan yang ada saat ini tidak semakin meruncing dan memanas,” imbuhnya.
Dalam upaya rekonsiliasi nasional itu, diharapkan masing-masing pihak bisa mengendalikan diri dan mengesampingkan kepentingan pribadi, kelompok, atau partai mereka masing-masing. “Serta mau mengedepankan kepentingan dan kemaslahatan bersama, agar tujuan kita untuk melindungi dan mencerdaskan rakyat serta mensejahterakan mereka dalam arti yang sesungguhnya dapat terwujud dan tercapai,” imbuhnya.
Buya Anwar memaparkan, krisis kesehatan akibat Covid-19 telah mendorong terjadinya krisis ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi yang semula diharapkan di atas 5 persen, sekarang faktanya malah negatif. Bahkan karena pertumbuhannya sudah dua quartal negatif berturut-turut, maka berarti negeri ini sudah dilanda resesi dan badai PHK tentu akan sangat sulit untuk dihindari.
Hal-hal semacam ini, katanya, jika tidak tertangani dengan baik tentu akan berpotensi menimbulkan masalah berupa adanya polarisasi dan kegaduhan politik. Apalagi sekarang, ia melihat sudah muncul perbedaan-perbedaan yang tajam di antara warga dan elemen-elemen masyarakat dengan pemerintah dalam berbagai isu yang cukup mengganggu.
“Seperti menyangkut masalah RUU HIP, RUU BPIP, UU Cipta Kerja, masalah pilkada, praktIk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang semakin meluas, tenaga kerja asing dari Tiongkok, penangkapan para aktivis yang kritis kepada pemerintah, diskriminasi dalam penegakan hukum, usaha pembunuhan terhadap ulama dan dai, Juga masalah Papua,” ujarnya, juga menyinggung terkait kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab ke Indonesia pada Selasa ini.*