Hidayatullah.com- Pengacara Front Pembela Islam Aziz Yanuar mengatakan bahwa tim Bantuan Hukum Front FPI dan pihak keluarga dari 6 anggota FPI korban penembakan akan memberikan bukti kasus itu versi mereka kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Mereka menyatakan telah terjadi dugaan pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian terhadap para korban penembakan pada Senin (07/12/2020) lalu tersebut.
“Kami dari tim Kuasa Hukum Keluarga 6 Syuhada korban dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dan BHF DPP FPI rencananya bersama dengan para perwakilan keluarga para syuhada dan beberapa tokoh nasional akan mendatangi Komnas HAM RI guna memberikan bukti dan penjelasan versi kami kepada Komnas HAM,” ujar Aziz kepada hidayatullah.com, Ahad (20/12/2020) malam.
Aziz mengatakan, pemberian bukti versi mereka tersebut akan dilakukan pada Senin (21/12/2020) pagi pukul 09.30 WIB di Kantor Komnas HAM RI di Jakarta.
Aziz mengatakan, pihaknya mendukung Komnas HAM mengusut tuntas kasus tersebut demi tegaknya keadilan di Indonesia.
“Kami bersama para keluarga 6 syuhada, para tokoh nasional, dan para pecinta dan pendamba tegaknya keadilan dan kebenaran siap selalu mendukung dan mengawal Komnas HAM RI untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, serta mengungkap tuntas dan jelas dugaan kekejian dan pelanggaran HAM berat terhadap 6 syuhada tersebut,” pungkas Aziz.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memperoleh foto jenazah 6 anggota FPI saat belum diautopsi oleh dokter Polri. Komnas HAM menyebut, kondisi jenazah sebelum diautopsi ini sangat penting untuk mengidentifikasi peristiwa kematian korban.
“Kami ditunjukkan foto pertama kali sebelum tindakan dan itu adalah posisi paling penting, sehingga memang ya itu menunjukkan orisinalitas,” sebut Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam setelah menggali keterangan dokter Polri di Jakarta pada Kamis.
Choirul Anam mengaku telah melihat jumlah lubang peluru yang membekas pada tubuh para korban. Akan tetapi, ia mengaku tak dapat menyampaikannya ke publik. Sebab, data yang ada harus dikonsolidasikan terlebih dahulu. “Kan datanya ini tidak dari satu pihak,” ujar Choirul Anam.*