Hidayatullah.com–Polemik izin investasi industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar hingga kecil di UU Cipta Kerja mendapat resmpo Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis). Menurut Persis, hal ini menunjukan bahwa presiden mengabaikan tanggungjawab moral nya atas masa depan akhlak bangsa.
“Harusnya segala peluang yang bisa menimbulkan dampak kerusakan akhlak dicegah melalui peraturan, bukan sebaliknya malah diberi legalitas hanya karena mengharap keuntungan materil dengan masuk nya investasi asing,” ujar Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) Dr Jeje Zaenudin dalam pernyataan yang disampaikan pada hidayatullah.com, Sabtu (27/2/2021). “Bagaimanapun peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak boleh mengabaikan norma agama dan budaya bangsa yang religious,” tambah Jeje.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar hingga kecil. Syaratnya, investasi hanya dilakukan di daerah tertentu. Ketentuan ini tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Jeje yang juga salah satu ketua MUI Pusat ini mengatakan, dampak kerusakan moral anak bangsa akan jauh lebih besar harganya dibanding harapan keuntungan materi. “Perpres itu juga tidak mempertimbangkan RUU tentang larangan miras yang sedang dibahas di DPR,” tambahnya.
Menurut Jeje, sekiranya bertentangan dengan aspirasi masyarakat yang sedang diserap dalam pembahasan di DPR, tentu menjadi tambah kontroversial. Bagi pihak yang ingin melegalkan miras, tentu jadi tambahan alasan utuk menolak pasal-pasal yang mengekang investasi dan peredaran miras secara terbuka, dengan argumen agar selaras dengan Perpres itu, katanya.*