Hidayatullah.com–Polisi menetapkan 6 Laskar FPI yang telah meninggal dunia sebagai tersangka. Ini aneh. Tak heran, bila diprotes banyak ahli hukum. Salah satunya adalah Abdullah Hehamahua. “Polisi dalam ilmu dari mana menetapkan orang mati sebagai tersangka,” katanya.
Abdullah adalah Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) laskar Front Pembela Islam (FPI).
Abdullah merupakan Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pria yang tampak sering mengenakan peci hitam itu juga pernah ditunjuk menjadi Ketua Komite Etik KPK terkait dugaan pelanggaran kode etik beberapa pejabat KPK.
Semasa mudanya, Abdullah dikenal aktif dalam organisasi. Ia pernah tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat menjadi mahasiswa di salah satu universitas di Makassar.
Abdullah mengawali kariernya dengan menjadi guru matematika di SMA Kristen, Makassar (1970 – 1974).
Selama menjalani karier sebagai seorang guru, ia pun juga menjadi wartawan dan redaktur surat kabar Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (1971 – 1974).
Kariernya kemudian berlanjut dengan menjadi wartawan dan penyiar radio Arief Rachman Hakim (1975 – 1976).
Dari radio, Abdullah meneruskan kariernya dengan menjadi editor majalah Cipta Kementerian Pekerjaan Umum (1976 – 1979).
Pengalamannya dalam mengajar pada akhirnya mengantarkan Abdullah Hehamahua menjadi dosen terbang Akademi Dakwah Muhammadiyah Singapura (2000 – 2001).
Abdullah mulai aktif di lembaga pemerintah dari 2001 – 2004 dengan bekerja sebagai Wakil Ketua Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara/PKPN.
Sampai akhirnya pada tahun 2005, Abdullah Hehamahua diminta buat menjadi penasihat di KPK.
Namun, jabatan tersebut cuma diembannya hingga tahun 2013, karena ia memilih mengundurkan diri. Ia sempat mengajukan diri sebagai calon pimpinan KPK tahun 2011, tapi tak lolos seleksi. Harta Kekayaan pria kelahiran Ambon, pada 18 Agustus 1949 ini diketahui cuma memiliki kekayaan Rp 450.529.427.