Hidayatullah.com – Tiga tersangka penyuap dalam kasus korupsi bansos, Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry van Sidabukke dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan. Hal Itu dinyatakan JPU KPK Ikhsan Fernandi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (19/4).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyatakan semestinya tuntutan penuntut umum dapat menjangkau pidana penjara maksimal yakni lima tahun penjara. “Selain itu, pengenaan denda juga tidak maksimal. Harusnya, dua pelaku suap itu dikenakan tuntutan denda sebesar Rp 250 juta, bukan cuma Rp 100 juta,” kata Kurnia dalam keterangannya, Selasa (20/04/2021).
Kurnia mengatakan ICW sejak awal memang tidak meyakini KPK akan berpihak pada masyarakat dengan menuntaskan penanganan korupsi bansos ini. Sebab, sejak fase penyidikan ICW sudah menemukan ada banyak kejanggalan dalam kinerja penindakan KPK.
“Misalnya, KPK enggan untuk memanggil Herman Herry sebagai saksi. Padahal, terbukti, dari pengakuan salah seorang saksi, telah membeberkan informasi bahwa politisi PDIP itu mendapatkan kuota besar dari proyek pengadaan bansos ini,”ujarnya.
ICW melihat penanganan perkara ini semakin diperparah dalam fase penuntutan. Sebagai contoh, JPU KPK tidak memasukkan Ihsan Yunus dalam surat dakwaan. Lalu Yogas yang pada awalnya disebut sebagai perantara Ihsan Yunus hilang dalam dakwaan.
“Padahal nama Ihsan Yunus dan Yogas secara clear terlihat oleh publik pada forum rekonstruksi yang dilakukan oleh Penyidik. Selanjutnya, pada forum persidangan pun Herman Herry tidak kunjung dimintai keterangan sebagai saksi,” ucap Kurnia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi menuntut tersangka penyuap, Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja serta konsultan hukum Harry van Sidabukke masing-masing dihukum 4 tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan karena memberikan suap kepada Juliari Batubara dalam kasus korupsi bansos.
Ardian diduga menyuap Juliari senilai senilai Rp 1,95 miliar karena telah menunjuk PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 yang totalnya sebanyak 115.000 paket.
Sedangkan Harry diduga menyuap Juliari senilai Rp 1,28 miliar karena menunjuk penunjukkan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 tahap 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 yang seluruhnya sebanyak 1.519.256 paket.
Suap diberikan melalui dua orang bawahan Juliari yaitu Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos dan PPK pengadaan bansos sembako Covid-19 periode
“Serta untuk kepentingan operasional kantor Kementerian Sosial di antaranya untuk biaya akomodasi carter pesawat pribadi, biaya monitoring evaluasi (monev) biaya honor-honor lainnya, biaya ATK kantor dan biaya beberapa acara di Kemensos,” kata JPU KPK Ikhsan Fernandi saat membacakan surat tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (19/04/2021).
Fakta pemberian dan penggunaan suap tersebut menurut JPU KPK juga didukung dengan adanya barang bukti berupa uang yang telah disita dari Matheus Joko Santoso yang merupakan uang hasil penerimaan fee dari kedua terdakwa dan para penyedia barang lainnya.
“Barang bukti menguatkan bahwa pengumpulan “fee” atas perintah Juliari Peter Batubara tersebut benar adanya,” tegas jaksa. Terhadap tuntutan tersebut, Ardian dan Harry akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada Senin, 26 April 2021.