Hidayatullah.com- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI) Buya Anwar Abbas menanggapi pernyataan Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) Jenderal (Purn) AM Hendropriyono yang menyebut Palestina dan “Israel” bukan urusan Indonesia tapi urusan mereka, bangsa Arab dan Yahudi.
Buya Anwar menilai orang yang berpandangan seperti yang disampaikan Hendropriyono itu berarti tidak mengerti amanat dalam pembukaan UUD 1945. Pandangan seperti yang disampaikan Hendropriyono itu dinilainya bertentangan dengan falsafah Pancasila.
“Kalau ada orang yang menganjurkan agar kita tidak perlu peduli terhadap nasib rakyat Palestina yang dijajah dan dibantai oleh Israel secara semena-mena, maka pandangan yang seperti itu jelas-jelas tidak sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia, Pancasila, terutama sila keduanya yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dan juga pandangan yang seperti itu menurut saya menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak paham dan tidak mengerti dengan baik amanat yang ada dalam konstitusi negara kita, terutama yang terkait dengan alinea pertama yang terdapat dalam mukaddimah atau pembukaan UUD 1945,” ujar Buya Anwar kepada hidayatullah.com, Rabu (19/05/2021) dalam keterangan tertulisnya.
Buya Anwar memaparkan, di dalam ajaran Islam kita tidak hanya diminta untuk memperhatikan diri kita saja, tapi juga diminta untuk peduli kepada orang lain: kepada tetangga, masyarakat, dan bangsa, serta kepada negara lain dan manusia-manusia yang ada di sana.
Ia memaparkan, di dalam khazanah ajaran Islam pada konteks hubungan dengan sesama dan dalam bentuk yang lebih makro, ada tiga jenis ukhuwah atau persaudaraan yang harus ditegakkan dan junjung tinggi; yaitu Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah (kebangsaan), dan Ukhuwah Basyariyah (kemanusiaan).
“Sikap dan pandangan seperti ini juga tampak terefleksi di dalam alinea pertama mukaddimah atau pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan,” imbuhnya.
Dari sini, jelasnya, bisa disimpulkan bahwa bangsa Indonesia tidak boleh hanya sibuk berpikir dan berbuat untuk dirinya sendiri saja, tapi juga harus peduli terhadap nasib dan keadaan bangsa-bangsa lain.
“Salah satu prinsip luhur dan mulia yang harus dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana kita bisa berjuang untuk tegak dan dijunjung tingginya nilai-nilai perikemanusiaan dan perikeadilan dalam hidup dan kehidupan ini,” ujarnya.
Oleh karena itu, tambahnya, karena biang keladi yang paling utama yang telah membuat terciptanya satu kehidupan yang tidak berkeadilan dan tidak menjunjung tinggi nilai-nilai perikemanusiaan adalah penjajahan, maka para the founding fathers (para pendiri bangsa) Indonesia telah melihat bahwa yang namanya penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan.
“Ini artinya sebagai bangsa kita tidak boleh membiarkan ada suatu suku bangsa atau negara di dunia ini yang menjajah bangsa lain. Itulah sebabnya sampai hari ini kita sebagai bangsa tidak bisa mengakui dan tidak mau membangun hubungan diplomatik dengan Israel karena Israel jelas-jelas secara mata telanjang telah mencaplok dan menjajah tanah dan wilayah yang menjadi milik dari bangsa palestina.
Bahkan tidak hanya sampai di situ, Israel juga telah mengekang kebebasan dan hak hidup serta hak berbicara bangsa Palestina. Bahkan untuk mencapai tujuannya Israel tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan dan membunuh para wanita dan anak-anak Palestina yang tidak berdosa dengan cara-cara yang sangat kejam dan sadistik yang benar-benar tidak sesuai sedikitpun dengan nilai-nilai keadilan dan perikemanusiaan. Jadi dari sini tampak betul oleh kita bahwa para pendiri bangsa kita sangat ingin dan menginginkan adanya satu dunia yang aman tentram dan damai,” paparnya.
Bangsa Indonesia, tambah Buya Anwar, telah menegaskan politik luar negerinya adalah politik bebas aktif. Artinya Indonesia tidak mau dikendalikan dan dipaksa-paksa oleh bangsa dan negara-negara lain dan Indonesia juga tidak boleh terikat dengan blok-blok yang ada. “Dalam bahasa lain kita harus bisa menjadikan bangsa kita menjadi bangsa yang mandiri dan secara aktif dalam kehidupan internasional kita harus berusaha dan berjuang untuk tegaknya nilai-nilai perikeadilan dan perikemanusiaan,” imbuhnya.
Dalam pentas global, negara Indonesia secara aktif ikut memberikan solusi tidak hanya dalam bidang politik dan keamanan tapi juga dalam bidang ekonomi.
“Kita masih ingat bagaimana negara kita memberikan bantuan makanan dan kesehatan kepada bangsa-bangsa yang sedang bermasalah apakah itu karena konflik atau peperangan atau karena bencana alam yang dialami oleh negara-negara lain dengan mengulurkan tangan untuk membantu negara-engara yang sedang kesusahan tersebut.
Dan karena kepedulian kita, negeri kita pun ketika mengalami kesulitan juga telah dibantu oleh negara-negara lain di dunia contohnya ketika negara kita dilanda musibah seperti waktu tsunami di Aceh tahun 2004. Waktu itu kita lihat bagaimana negara-negara lain di dunia sibuk membawa bermacam-macam bantuan untuk menolong dan membantu rakyat kita. Ya demikianlah natural dan alamiahnya hidup dan kehidupan manusia termasuk dalam kehidupan antar bangsa,” ujarnya.
Sebelumnya diketahui, AM Hendropriyono di Jakarta, Selasa (18/05/2021) menyebutkan bahwa Palestina dan Israel bukan urusan Indonesia, melainkan urusan mereka, bangsa Arab dan Yahudi. “Urusan Indonesia adalah nasib kita dan hari depan anak cucu kita,” sebutnya menegaskan.
Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono menyampaikan itu terkait maraknya pro-kontra dukung-mendukung terhadap Palestina dan negara penjajah, Zionis-Israel. AM Hendropriyono menyampaikan keprihatinannya kepada teman-temannya sesama anggota Kerukunan Keluarga (KEKAL) Akmil 1967.
“Untuk nasib bangsa kita, saya mohon KEKAL Akmil 1967 tidak diam saja, tapi mikir, ngomong dan berbuat sebisanya. Negara kita sedang diserang oleh pemikiran ideologi khilafah,” sebut Hendropriyono.
Hendropriyono menyebut, banyak orang sudah terbawa arus pengkhianatan mendukung ideologi khilafah, liberalisme, kapitalisme, komunisme, atau ideologi asing apapun. Ada juga oknum aparat militer dan polisi, apalagi Aparatur Sipil Negara (ASN), juga politisi. “Kalau ada yang melecehkan saya karena membela filsafat dasar bangsa kita, Pancasila, tolong merapatkan barisan dengan saya untuk membela diri, bangsa kita sendiri. Ironis sekali orang yang mengritik saya membela Pancasila, demi membela negeri sendiri, tapi dia menggebu-gebu membela Palestina,” kata Hendropriyono.
Hendropriyono mempertanyakan apakah pengeritiknya tahu tentang siapa Palestina dan “Israel” itu? “Apakah pengkhianat itu kenal dengan Mahmoud Abbas, atau kenal dengan Ismail Haniyeh, atau kenal sama Reuven Rivlin, atau Benjamin Netanyahu? Saya yakin tidak kenal. Yang dia kenal adalah anak, istri, mantu, dan cucu sendiri. Kenapa yang dibela orang-orang yang tidak dikenal?” tanya Hendropriyono.*