Hidayatullah.com–Pemerintah berencana akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sejumlah barang dan jasa tertentu. Hal ini tertuang dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Sorotan tajam mengenai rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan seperti yang tertuang dalam Pasal 4A. “Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni jasa tertentu dan kelompok jasa sebagai berikut (jasa pendidikan) dihapus,” tulis Pasal 4A ayat 3 dalam draf RUU KUP, seperti dikutip Hidayatullah.com, Kamis (10/06/2021).
Dengan begitu, jasa pendidikan mulai tingkat PAUD, SD–SMA, Perguruan Tinggi dan Pendidikan luar sekolah (informal) bakal dikenakan pajak.
Selain pendidikan ada sejumlah jasa lain yang bakal dikenakan PPN, yakni jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, dan jasa asuransi.
Kemudian, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa penyediaan telepon umum menggunakan uang logam, dan jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Dikeluarkannya 11 jenis jasa dari kategori bebas PPN oleh pemerintah, artinya akan tersisa enam jenis jasa bebas PPN dari yang sebelumnya berjumlah 17 jenis jasa.
Sementara itu, untuk kategori jasa bebas PPN yang tercantum dalam RUU KUP, meliputi jasa keagamaan, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat parkir, dan jasa boga atau katering.
Saat ini, tarif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%.
Kelompok barang dan jasa yang bebas PPN tersebut di antaranya merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.*