Hidayatullah.com — Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 mengatur tentang pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengimbau pemerintah meninjau ulang aturan terkait PTM itu, karena kasus virus Covid-19 jenis Omicron di Tanah Air sedang meningkat.
“KPAI mendorong Kemendikbud-Ristek, Kementerian Agama dan dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia untuk mempertimbangkan kembali menggelar PTM 100 persen, dengan kapasitas siswa di kelas 100 persen, dan masuk sekolah 100 persen atau 5 hari sekolah dengan 6 jam pelajaran per hari,” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti, melalui keterangannya, dikutip Kamis 06 Januari 2022.
“Hal ini dengan mempertimbangkan meningkatnya kasus Omicron di Indonesia dan masyarakat baru usai liburan Natal dan tahun baru, setidaknya tunggulah minimal sampai 14 hari usai liburan akhir tahun,” terusnya.
Lebih lanjut, KPAI juga meminta agar PTM bagi siswa TK dan SD ditunda sebelum peserta didiknya diberikan vaksinasi lengkap. Hal itu demi menjamin pemenuhan hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak Indonesia saat PTM digelar.
“KPAI mendorong sekolah-sekolah yang saat kepulangan siswa terjadi penumpukan maka perlu melakukan evaluasi SOP terkait kepulangan siswa. Juga perlu berkomunikasi dengan para orangtua siswa yang menjemput,” terangnya.
Hal lain, KPAI mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melakukan percepatan dan pemerataan vaksinasi anak usia 06 -11 tahun di seluruh Indonesia, minimal mencapai 70 persen. Ia juga mengingatkan dimana vaksinasi anak usia 12-17 tahun yang dimulai Juli 2021 belum mencapai 70 persen.
“Oleh karena itu, pemerintah perlu kerja keras melakukan percepatan dan pemerataan vaksinasinya,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil ketua MPR, Hidayat Nur Wahid juga menyuarakan hal ini, ia mengingatkan agar pemerintah tidak sembrono dan hati-hati soal penerapan kebijakan Pembelajaran Tatap Muka 100 Persen. Apalagi Presiden Jokowi telah menyatakan keselamatan Rakyat adalah hukum tertinggi.
Menurutnya, pemberlakuan kebijakan tersebut sangat berisiko tinggi di tengah terus meningkatnya jumlah kasus Omicron di tingkat global maupun di Indonesia. “Maka mestinya demikian juga untuk keselamatan anak didik, harus menjadi prioritas tertinggi saat menetapkan kebijakan pembelajaran,” ujar Hidayat dalam keterangan tertulisnya, Selasa (04/01/2022) lalu.*