Hidayatullah.com—Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) DKI Jakarta, Fahmi Salim, MA menjawab dengan mengupas 8 (delapan) syubhat ala Buya Syakur Yasin. Bantahan itu ia sampaikan melalui Youtube UFH Official Channel.
Lebih dulu, terdapat beberapa penggalan video dimedsos viral lantaran pernyataan kontroversi yang diutarakan Buya Syakur. Hal itu kemudian mengudang berbagai respon dari para ulama.
Fahmi Salim, Founder dari Fahmu Institue kemudian meluruskan berbagai penyimpangan dalam video tersebut. Sebelumnya, Buya Syakur Yasin MA merilis video yang disiarkan di akun channel Youtube pada 01 Juni 2021 diberi judul ‘Moderasi Beragama Merajut Nasionalisme & Toleransi Beragama, Mabes Polri Jakarta’.
Menurut Fahmi Salim, ada 8 subhat dalam paparan Buya Syakur.
Pertama, Fahmi menyampaikan hal kontroversi yang di utarakan Buya Syakur ada di menit ke-2 yakni Nabi Muhammad tidak pernah merasa paling benar. Menurutnya, untaian ini merupakan paham kebenaran relativisme.
Sebagaimana diketahui, hukum relativisme yakni tidak ada kebenaran yang mutlak. “Pemahaman ini sangat berbahaya, kalau ditarik ke dalam masalah yang sudah menjadi aksioma dalam Islam. Tentang hakikat rukum iman, hakikat rukun Islam, hakikat ikhsan, nilai-nilai universal, bidang syariat yang sifatnya qat’i (pasti), yang tidak ada ijtihad di dalamnya,”ungkap Fahmi.
Fahmi mengataan Allah memberi petunjuk bagaimana kita meraih kebenaran, ada panduannya, jelas dirinci, dalam Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad. Ia mencontohkan, bagaimana operasional shalat, haji, zakat.
Operasional akhlak karimah, nilai keadilan, kesetaraan dan lainnya semua berasal dari pemahaman prinsip yang tidak bisa diganggu gugat. “Jadi kebenaran itu ada yang mutlak. Dan kebenaran itu bisa kita raih. Misal dengan penjelasan ayat Allah dalam Al-Qur’an atau dalam penjelasan nabi Muhammad melalui hadistnya,”jelasnya.
Kedua, hal kontroversi lainnya, ada dimenit ke-7. Yakni, kalimat Laa Ilaaha Illallaah itu bukan ekslusif Islam, tapi dia adalah kalimat pemersatu umat manusia. Fahmi menerangkan bahwa kalimat tauhid itu sebagai syarat orang untuk selamat di dunia dan di akhirat.
“Jadi kunci masuk Surga itu, kalimat laa ilaaha illallaah,”ujarnya.
Meskipun begitu, Ia tak menapik kalimat tauhid sendiri mengandung makna mempersatukan. Tapi mempersatukan apa? Yakni mempersatukan kesaksian terhadap ke-Esaan Allah.
Fahmi menduga yang dimaksud Pak Syakur itu mempersatukan semua agama. Kalau itu yang dimaksud, maka Buya Syakur sedang mengarahkan ke pemahaman Pluralisme Agama.
“Ujungnya ingin mengatakan semua agama itu benar. Di sini dia mendorong umat Islam ini untuk apa? Untuk mengakui dan membenarkan paham pluralisme agama, seraya mengartikan hadis nabi, siapa yang mendukung persatuan agama-agama maka dia akan masuk Surga. Jika yang dimaksud ini kejahatan akidah, penyimpangan makna.”
“Jadi jangan kita menyihir umat Islam ini dengan kata-kata retorika yang kosong. Ini sudah penyimpangkan. Meletakkan makna jauh dari tempatnya yang asli,”terangnya.
Ketiga, di menit ke-14. Buya Syakur mengatakan Islam belum sempurna dan tidak pernah sempurna. Fahmi kemudian menjelaskan ayat 3 dalam Surat Al-Maidah di mana seluruh ahli tafsir dari nabi, para sahabat, tabi’in sampai ulama kontemporer itu jelas pemahamannya.
“Bahwasanya yang sempurna di situ, yang disempurnakan oleh Allah itu adalah agama Islam. Islam ini adalah agama yang sempurna,” tegas Master bidang tafsir al-Qur’an lulusan Universitas Al–Azhar Kairo ini.
Fahmi Salim juga menjelaskan ketika Allah mengkhitab Rasulullah Muhammad ﷺ itu dikatakan bahwa, nabi telah menunaikan amanah dengan sempurna, telah menyampaikan risalah Islam dengan paripurna.
Keempat, di menit ke-16 dikatakan bahwa setelah Nabi Muhammad ﷺ wafat ada konflik berdarah, berebut kekuasaan antara Abu Bakar RA & Ali RA hingga terjadi pertumpahan darah sampai saat ini. Antara Syiah dan Ahlus Sunnah.
Fahmi mengatakan tidak benar adanya konflik itu. Sebab di zaman Rasulullah, zaman Khulafaur Rasyidin tidak ada, tidak muncul yang namanya sekte Syiah. Apalagi Syiah Rafidhah, Syiah Imamiyah.
“Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang paling keras menantang ide dari Abdullah bin Saba, nah ini provokator. Ini adalah seorang propagandis. Mantan pendeta Yahudi ini ingin menghancurkan Islam dari dalam, dengan mengadu domba, ” kilahnya.
Ditegaskan juga oleh Fahmi Salim jika perseteruan bukan semata-mata konflik akidah antara Ahlus Sunnah dan Syiah ini, tetapi adanya menyimpangan dari Al-Quran. “Bukan semata-mata karena persoalan aqidah, tapi karena penyimpangan mereka dari Al-Qur’an dan itu di sepakati oleh ulama besar,” terangnya.
Kelima, di menit ke-17, Buya Syakur menuduh Sayyidah Khadijah RA pengikut Nashrani dengan bukti tidak mau dimadu (Anti-Poligami) dan konsultasi ke pendeta Waraqah bin Naufal. “Ngga benar Khadijah disebut beragama Nashrani. Karena Khadijah wanita sekaligus yang pertama secara mutlak beriman kepada risalah Nabi Muhammad ﷺ,” katanya.
Ditegaskan pula oleh Fahmi Salim, Khadijah tidak bisa dikaitkan dengan poligami, karena syariat poligami itu nanti adanya di Madinah. Jadi ngga ada kaitannya, dengan nabi tidak berpoligami ketika Khadijah masih hidup.
“Sebab pernikahan, hukum poligami itu nanti di Madinah setelah hijrah,” ungkapnya menerangkan.
Keenam, di menit ke-21 disampaikan bahwa gambar Yesus ada di dalam Ka’bah serta dijaga dan dilindungi oleh Nabi Muhammad. Menurut Fahmi Salim betul, memang ada dua sumber mengenai hal tersebut.
Tapi saat ini hal demikian sudah tidak ada lagi. Sebab, atas perintah Rasulullah ﷺ, sebagaimana menurut para ulama, semua gambar, patung, berhala-berhala di Ka’bah sudah dihancurkan.
Dan gambar-gambar itu semua sudah dihapus ketika peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Makkah). “Dan memang Makkah itu bukan tempat peribadatannya kaum Nashrani sepanjang zaman,” faktanya begitu beber Ustad Fahmi Salim.
Jadi kata Fahmi Salim tidak benar kalau ada riwayat yang menjadikan landasan menyatukan semua agama. “Ka’bah, gambar Yesus Bunda Maria, lalu kita sama-sama sembah nauzubillah. Itu adalah sangkaan opini yang bathil, 100 persen bathil,” tegasnya.
Menurutnya, jangankan Ka’bah, masjid saja tidak boleh ada unsur kesyirikan. Semua masjid itu dibangun hanya untuk mengesakan Allah. Dan tidak boleh kita menyembah selain Allah, apalagi Ka’bah.
Dalam banyak riwayat, tidak ada bukti, bahwasanya Rasulullah ﷺ membiarkan, melesatarikan ada satu gambar yang menunjukkan itu, yang membawa kebenaran semua agama sama dan kita bisa sama-sama menyembah tuhan yang sama.
Ketujuh, di menit ke-21 detik 51. Buya Syakur mengatakan bahwa Sayyiduna Umar RA lah yang mengusir habis umat Yahudi dari Jaziarah Arab. Fahmi Salim menjelaskan bahwa setelah Benteng Khaibar terakhir dirobohkan oleh pasukan kaum muslimin, Yahudi sudah di usir. Tapi memang puncaknya di zaman khalifah Umar bin Khattab.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Nah di masa Umar barulah dibersihkan Yahudi dari Jazirah Arab. Karena menjalankan wasiatnya Rasulullah ﷺ, tidak boleh ada dua agama berkumpul di Jazirah, kalau ini adalah Negeri Islam, harus bersih murni untuk ajaran Islam. Kerena saat itu puncak kemenangan Islam, di antaranya mampu menaklukan Persia, Romawi, itu di zaman Umar. Jadi wajar, jadi tidak ada kaitannya dengan Nazi, Hitler dan lain sebagainya,”imbuhnya.
Selain itu, Fahmi Salim menambahkan adapun pernyataan kontroversi lainnya ada di menit ke-27, 29, 31, 35, 37, 38, 39, 40, 41. Itu semua soal bersilat lidah. Akar kata etimologi kafir yang tidak menunjukkan keluar dari agama Islam, atau tidak bersyahadat (bersaksi).
Ini menurut Fahmi Salim sebagai perang terminology dan perang Istilah. Sebagaimana banyak orang dilarang mengatakan kafir kepada non-muslim, seolah-olah kafir itu hanya untuk orang musyrik dan itu hanya jaman jahiliyah sebelum Rasulullah datang.
Padahal, sambung Fahmi Salim, dalam Al-Qur’an Surat Al-Baynah orang kafir itu dibagi menjadi dua. Ada Ahlul Kitab dan ada orang musyrik. Begitu juga dalam surat Al-Baqarah ayat 105. “Jadi Yahudi dan Nasrani itu disebut kafir juga,”terangnya.
“Islam dan Al-Qur’an sangat kuat dalam masalah terminologi, tidak bisa dirubah dengan keinginan subjektif,”imbuhnya.
Di bagian akhir, ditegaskan Fahmi Salim inti dari semua isi ceramah Buya Syakur Yasin tersebut adalah untuk menetralisir akidah Islam. “Bahwa Islam itu adalah satu-satunya agama yang benar. Satu-satunya agama yang dirahmati oleh Allah. Berbeda dari Ahlul Kitab, berbeda dari Yahudi dan Nasrani,”katanya.
Dikatakan Fahmi Salim, bahwa Islam yang ajarannya merevisi, menyesatkan dan mengkafirkan keyakinan Yahudi, Nashrani dan kaum musyrikin itu kini diarahkan menjadi ciri radikalisme. Yang menurutnya, ini adalah bagian dari ciri pahal liberalisme.
“Kalau ada umat Islam yang seperti itu maka dia adalah umat Islam yang radikal,”cetusnya. “Maka dengan ceramahnya itu semua, dia ingin menyatakan pusat radikalisme itu, justru ada pada ajaran Islam,” tutupnya.*