Hidayatullah.com—Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan rekomendasi terkait distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan. Rekomendasi tersebut merupakah salah satu dari 12 poin bahasan aktual dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang telah berakhir pada Kamis (11/11/2021).
Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh yang membacakan rekomendasi tersebut menyebut bahwa Islam mengakui hak kepemilikan atas tanah dengan maksud untuk dimakmurkan dan didayagunakan demi kemaslahatan dan pelestariannya.
“Pengakuan hak milik atas tanah dan pengelolaannya tidak serta merta ada hak untuk menelantarkan dan eksploitasi berlebihan, oleh karena itu Pemerintah wajib mencegah terjadinya hal tersebut,” ungkapnya.
MUI menyebut pemerintah wajib memberi perlindungan hukum terhadap masyarakat yang menghadapi sengketa terhadap hak kepemilikan atas tanah dan belum memiliki keputusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap (inkracht) serta dari penyerobotan, mafia tanah, dan dari kekuatan pemodal yang berdampak kepada peminggiran masyarakat kecil.
“Pemerintah wajib melarang pengalihan lahan produktif yang didayagunakan untuk kebutuhan pangan dan hajat hidup orang banyak kepada pemanfaatan lain, baik pribadi maupun korporasi yang menyebabkan terganggunya pemenuhan kebutuhan pokok,” ungkap MUI.
MUI juga mengatakan bahwa alih fungsi lahan harus didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan yang lebih besar dan antisipasi terhadap dampak lingkungan serta pertimbangan tata ruang. Pemerintah, menurut MUI, wajib menjamin distribusi tanah untuk menjamin kebutuhan dasar masyarakat dan mewujudkan kemaslahatan yang berkeadilan.
Pemerintah, ujar MUI, wajib menjamin setiap warga memperoleh akses terhadap tanah untuk kebutuhan pokoknya, dan Pemerintah haram membiarkan ketidakadilan dalam distribusi lahan. Selai itu, pemerintah dapat mendistribusikan lahan untuk merealisasikan kemanfaatan dengan memberikan hak pengelolaan lahan selama jangka waktu tertentu;
MUI juga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kemampuan pengelola dan rasa keadilan masyarakat dalam hal kebijakan pemberian hak pengelolaan lahan.
“Orang atau badan hukum yang telah diberikan hak pengelolaan lahan atau aset pertanahan harus mendayagunakan untuk kepentingan kemaslahatan yang berkeadilan dan tidak boleh menelantarkannya. Dalam hal terjadi penelantaran, maka Pemerintah wajib menarik kembali dan memberikan kepada yang membutuhkan,” papar MUI.
Pemerintah, ujar MUI, dapat mengambil hak kepemilikan tanah untuk merealisasikan kemaslahatan umum. MUI menyebut kemaslahatan umum dalam pembebasan lahan masyarakat tersebut harus bersifat konkret, jangka panjang, dan menyeluruh serta tidak hanya diperuntukkan bagi golongan tertentu yang menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial.
Untuk itu, MUI merekomendasikan:
1. Peserta Ijtima’ Ulama mengapresiasi langkah pemerintah untuk mendistribusikan lahan bagi masyarakat miskin dan pemberian sertifikat tanah bagi masyarakat untuk merealisasikan kemaslahatan;
2. Pemerintah perlu mengidentifikasi penguasaan swasta atas tanah yang berlebihan serta mengevaluasi atas pemberian hak pengelolaannya guna didistribusikan kepada masyarakat secara berkeadilan;
3. Pemerintah perlu mengatur tata kelola kepemilikan lahan untuk menjamin harmoni sosial dan melindungi rakyat kecil, sehingga tidak terjadi hukum rimba atas dasar kapital yang memarjinalkan masyarakat tertentu terutama penduduk asli;
4. Pemerintah perlu mengendalikan dengan sungguh-sungguh harga tanah agar tidak diserahkan kepada mekanisme pasar secara absolut yang berdampak kepada penguasaan lahan oleh kelompok tertentu.*