Hidayatullah.com–Korban meninggal dunia akibat erupsi Gunung Semeru terus bertambah. Hal itu seiring dengan evakuasi yang masih berlanjut.
Tim Pencarian dan Pertolongan (SAR) yang berada di bawah koordinasi Basarnas memfokuskan pencarian di tiga sektor. Korban meninggal dunia per hari Sabtu (11/12/2021) pukul 18.00 WIB berjumlah 46 jiwa.
Tim SAR Gabungan melakukan pencarian di lima titik, Dusun Kajar Kuning, Curah Kobokan, tambang Pasir H. Satuhan, Dusun Keboneli, dan Kampung Renteng.
Dampak korban jiwa lainnya, dilansir oleh BNPB, yaitu 9 jiwa yang masih dinyatakan hilang. Terdapat pula korban luka berat berjumlah 18 jiwa dan luka ringan 11 jiwa.
Kebanyakan dari korban tersebut diketahui adalah penambang. Hal tersebut menjadikan evakuasi hingga saat ini masih berfokus di area pertambangan.
“Kebanyakan memang penambang. Beberapa teman saya yang hilang juga belum ditemukan,” ungkap Shohib, warga terdampak yang juga merupakan sopir truk tambang.
Shohib menyampaikan kepada hidayatullah.com pada Sabtu (11/12/2021), banyak dari penambang yang enggan mengevakuasi diri saat bencana terjadi.
“Terutama yang dari luar daerah, kalau warga sini, hampir semuanya mengungsi,” ujarnya.
Baca juga: Rajin Tahajud, Ngaji, dan Taklim, Pasangan Lansia Selamat dari Erupsi Semeru
Kurangnya Peringatan Bencana
Shohib yang merupakan warga Bon Tegalan, Supiturang, Pronojiwo tersebut mengatakan bahwa tak ada peringatan yang memadai terhadap potensi bencana.
“Tidak ada peringatan apapun,” ucap Shohib.
Erupsi Gunung Semeru pada Sabtu (04/12/2021) diketahui diawali dengan banjir yang meluap sebelum kemudia Awan Gumpalan Panas (AGP) turun. Shohib pun mengungkap banyak dari penambang yang tak segera mengevakuasi diri karena telah terbiasa dengan banjir dan tak menyangka akan terjadi erupsi.
“Karena sudah sering, awalnya kami kira banjir biasa. Tidak menyangka dampaknya separah ini,” tutur Shohib.
BNPB merilis warga terdampak yang mengungsi hingga Sabtu berjumlah 9.118 jiwa. Dari total angka tersebut, jumlah penyintas laki-laki 4.435 jiwa dan 4.683 jiwa.
Para penyintas tersebar di 115 titik pos pengungsian, di antaranya terpusat di 18 titik di 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Pasirian 6 titik (2.081 jiwa), Candipuro 8 titik (3.538) dan Pronojiwo 4 titik (1.056).
Tim Relawan dari Baitul Maal Hidayatullah dan SAR Hidayatullah mendirikan posko bersama di dua titik, Pronojiwo dan Candipuro. Selain penyaluran bantuan, Tim BMH-SAR Hidayatullah juga membantu evakuasi, membersihkan rumah warga dan fasilitas umum terdampak, juga mengadakan program trauma healing bagi korban, khususnya anak-anak.
Sebelumnya, tingkat kegempaan yang normal dan kabut yang menghalangi upaya pemantauan visual aktivitas Gunung Semeru membuat erupsi yang terjadi pada Sabtu (04/12/2021) tidak dapat diprediksi, kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Andiani.
“Kebetulan kemarin pemantauan visual ditutup kabut sehingga tidak bisa dipantau dengan pandangan kasat mata dan aktivitas kegempaan juga seperti biasa,” sebut Andiani, Ahad (05/12/2021) dikutip Bisnis.
Baca juga: Langgar Tetap Utuh Terkena Erupsi, Warga: Selalu Dihidupkan dengan Shalat dan Qur’an
Pengamatan yang dilakukan PVBMG menggunakan 2 metode. Pertama, secara visual baik kasat mata maupun via teknologi CCTV. Kedua, menggunakan alat-alat pendeteksi di sekitar lokasi gunung.
Kendati demikian, sambungnya, PVBMG telah memberikan sejumlah informasi kepada pihak-pihak terkait lainnya mengenai hasil monitoring rutin aktivitas Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur.
Dia menjelaskan kejadian guguran awan panas sudah terjadi sejak beberapa pekan sebelum erupsi terjadi dengan intensitas kecil. Dari sisi kegempaan, kata Andiani, aktivitas juga terpantau tidak terlalu tinggi. “Sehingga belum ada peringatan dini yang kami keluarkan. Namun, ternyata kemaren kejadiannya terjadi cukup besar,” ujarnya.*