Hidayatullah.com — Indonesia memiliki 718 bahasa daerah yang eksistensinya wajib dilindungi karena merupakan warisan sekaligus identitas bangsa. Namun sebagian besar kondisinya terancam punah dan kritis, hal tersebut terjadi karena saat ini para penutur jati bahasa daerah banyak yang tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa ke generasi berikutnya. Tak ayal khazanah kekayaan budaya, pemikiran, dan pengetahuan akan bahasa daerah terancam punah.
Untuk mencegah itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) sebagai upaya menggencarkan revitalisasi bahasa daerah yang menyasar generasi muda.
Festival ini merupakan media apresiasi kepada para peserta program revitalisasi bahasa daerah yang dilakukan secara berjenjang mulai dari sekolah atau komunitas belajar di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi.
Mendikbudristek, Nadiem Makarim meluncurkan Merdeka Belajar episode ke-17 bertajuk “Revitalisasi Bahasa Daerah”, demi pelindungan dan pelestarian bahasa. Nanti, dalam pelaksanaannya, festival ini melibatkan partisipasi guru pendamping, pegiat bahasa daerah, dan pemerintah daerah.
Disampaikan Menteri Nadiem, ada tujuh macam kompetisi dan acara yang bisa diikuti generasi muda dalam FTBI, yaitu membaca dan menulis aksara daerah; menulis cerita pendek; membaca dan menulis puisi; mendongeng; pidato; tembang tradisi; dan komedi tunggal (stand up comedy).
“Jadi acara ini benar-benar variatif dan juga kekinian jenis kompetisinya, sehingga menjadi suatu hal yang bukan hanya untuk melindungi dan merestorasi, tapi juga untuk masuk ke abad yang baru bagi para milenial,”kata Nadiem melalui keterangan tertulisnya, dikutip Rabu (23/02/2022).
Festival Tunas Bahasa Ibu diharapkan dapat memberikan akses bagi para partisipan sehingga nantinya akan semakin bangga menggunakan bahasa daerah. “Ini merupakan paradigma yang harus kita dorong ke masyarakat,” imbuh Nadiem.
Lebih lanjut, menurut Nadiem revitalisasi bahasa daerah perlu dilakukan dan program yang diluncurkan menekankan prinsip dari program revitalisasi bahasa daerah ini yaitu dinamis, adaptif, regenerasi dan merdeka berkreasi dalam penggunaan bahasanya.
“Dinamis, berorientasi pada pengembangan dan bukan sekedar memproteksi bahasa. Adaptif dengan situasi lingkungan sekolah dan masyarakat tuturnya. Regenerasi dengan fokus pada penutur muda di tingkat sekolah dasar dan menengah, serta merdeka berkreasi dalam penggunaan bahasanya,” ujarnya.
Sasaran dari revitalisasi bahasa daerah ini, kata Mendikbudristek adalah 1.491 komunitas penutur bahasa daerah, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, 1.175 pengawas, serta 1,5 juta siswa di 15.236 sekolah.
Sementara itu, untuk komunitas penutur, Kemendikbudristek akan melibatkan secara intensif keluarga, para maestro, dan pegiat pelindungan bahasa dan sastra dalam penyusunan model pembelajaran bahasa daerah, pengayaan materi bahasa daerah dalam kurikulum, dan perumusan muatan lokal kebahasaan dan kesastraan.
Kemendikbudristek akan melatih para guru utama serta guru-guru bahasa daerah, mengadopsi prinsip fleksibiltas, inovatif, kreatif, dan menyenangkan yang berpusat kepada siswa; mengadaptasi model pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing; serta membangun kreativitas melalui bengkel bahasa dan sastra.
“Nanti siswanya dapat memilih materi sesuai dengan minatnya. Bangga menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi. Didorong untuk mempublikasikan hasil karyanya, ditambah liputan media massa dan media sosial, dan didorong untuk mengikuti festival berjenjang di tingkat kelompok/pusat pembelajaran, kabupaten/kota, dan provinsi,” jelas Menteri Nadiem.
Pada tahun 2022 ini, Menteri Nadiem menuturkan, jumlah bahasa daerah yang akan menjadi objek revitalisasi sebanyak 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi. Di antara Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Dari upaya tersebut, selanjutnya siswa akan diberi kebebasan dalam memilih bahasa daerah yang ingin dipelajari sesuai minat masing-masing, serta akan ada media bagi siswa untuk berekspresi dengan bahasanya dengan acara festival baik ditingkat daerah hingga ditingkat pusat.
Pelestarian Bahasa Daerah Menjaga Warisan Bangsa
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian mengatakan bahasa menunjukkan peradaban dan budaya serta tradisi yang harus dilestarikan. “Mari kita jaga kelestarian bahasa daerah kita masing-masing. Tetap lestarikan dan jangan sampai punah,” ajaknya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Upaya Kemendikbudristek untuk merevitalisasi bahasa daerah pun banyak mendapat dukungan, salah satunya dari Asistant General For Education UNESCO, Stefania Giannini. Ia mengatakan jika bahasa daerah termasuk dalam kondisi kritis, maka bersama bahasa daerah itu, budaya dunia dan sistem pengetahuan leluhur ikut terancam punah.
Stefania menuturkan, tujuan dilakukannya pelindungan dan pelestarian bahasa adalah menjamin hak masyarakat adat untuk melestarikan, merevitalisasi, dan mempromosikan bahasa mereka, dan mengarusutamakan keragaman bahasa dan multibahasa ke dalam semua pembangunan berkelanjutan yang berjalan. “Kita harus memastikan bahwa teknologi digital mendukung penggunaan dan pelestarian bahasa dan keragaman bahasa ini,” ujarnya.
Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Syaiful Huda menyampaikan momen Hari Bahasa Ibu Internasional harus dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk melestarikan dan mengajarkan bahasa daerah kepada generasi muda. “Ini bagian dari menciptakan generasi yang cinta, dan punya karakter terhadap dirinya. Karena itu, kembali ke bahasa daerah menjadi bagian dari upaya kita (pemerintah) untuk mencetak anak-anak kita untuk berkarakter sebagaimana bahasa ibunya,” ungkapnya.