Hidayatullah.com — Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril menegaskan, hingga saat ini kasus Monkeypox atau Cacar Monyet di Indonesia belum ditemukan. Hal itu ia sampaikan usai Organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan monkeypox atau cacar monyet sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian dunia.
PHEIC merupakan level kewaspadaan paling tinggi di bidang kesehatan, yang artinya dipandang memiliki ancaman signifikan bagi kesehatan global dan membutuhkan koordinasi respons internasional. Panduan terkait pencegahan dan penanganan akan dikeluarkan oleh WHO.
Status serupa juga ditetapkan untuk COVID-19 pada Januari 2020 sebelum akhirnya berubah menjadi pandemi.
“Sampai sekarang belum ada kasus di Indonesia,” ujar Syahril, Ahad (24/7/2022), dilansir oleh Kompas.
Meski Indonesia belum terpapar cacar monyet, Dirut RSPI Suliati Suroso ini menyatakan, pihaknya terus melakukan pemantauan di pintu-pintu kedatangan luar negeri seperti kantor kesehatan pelabuhan (KKP), maupun bandara. Penyakit ini dilaporkan telah meluas di lebih dari 70 negara.
Kemenkes RI telah menyiapkan dua laboratorium untuk mendeteksi monkeypox.
Pertama, Lab Pusat Studi Satwa Primata LPPM IPB Bogor, dan Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof. Sri Oemiyati, BKPK, Jakarta.
“Kita siapkan dua laboratorium rujukan pemeriksaan monkeypox di Indonesia,” kata Dokter Syahril pada konferensi pers secara virtual di Jakarta pada Jumat (24/6).
Sampai saat ini belum ada kasus kematian yang disebabkan oleh monkeypox di negara-negara yang sudah melaporkan.
“Kita diimbau untuk tetap tenang dan tetap waspada karena ini juga sangat menular dan membuat tidak nyaman bagi kita semua,” tuturnya.
Yang perlu diperhatikan, lanjut dr. Syahril adalah adanya komplikasi yakni infeksi sekunder, bronkopneumonia, maupun sepsis, ensefalitis, infeksi kornea sehingga menyebabkan kebutaan.
Dilansir oleh CNBC, WHO sempat menolak penetapan kedaruratan global untuk cacar monyet dalam sidang terakhir bulan lalu. Namun seiring makin meningkatnya infeksi dalam beberapa pekan, Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memutuskan cacar monyet naik level menjadi kedaruratan global atau PHEIC.
Saat ini lebih dari 16 ribu kasus cacar monyet telah dilaporkan di lebih dari 70 negara. Jumlah konfirmasi kasus meningkat 77 persen dari akhir Juni hingga awal Juli.
Sebanyak 5 kematian dilaporkan di Afrika tahun ini, sedangkan di luar Afrika belum ada kematian yang dilaporkan. Sebagian besar kasus cacar monyet sembuh dalam 2-4 pekan menurut US Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
WHO terakhir kali menetapkan kedaruratan global PHEIC ketika persebaran COVID-19 mulai meluas, tepatnya pada Januari 2020. COVID-19 kemudian naik level menjadi pandemi.
Berbeda dengan COVID-19, cacar monyet bisa dipastikan bukan merupakan penyakit baru. Penyakit ini sudah ditemukan sejak 1958 pada monyet di Denmark, dan kasus pertama pada manusia dikonfirmasi pada 1970 di Zaire atau kini Republik Demokratik Congo.
Virus cacar monyet juga masih berkerabat dengan smallpox atau cacar, yang gejalanya lebih ringan. Dunia dinilai sudah punya pengalaman puluhan tahun menghadapi cacar yang dinyatakan telah tereradikasi pada 1980. Pengalaman sukses mengeradikasi cacar diyakini memberi pengetahuan penting untuk melawan cacar monyet.*