Hidayatullah.com–Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menanyakan langsung kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait penasihatnya yang terseret dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Ia menanyakan apa betul penasehat Kapolri itu menyusun skenario terkait kasus Ferdy Sambo.
Pertanyaan itu disampaikan Arteria dalam rapat Komisi III DPR dengan Polri terkait lanjutan kasus tersebut di kompleks parlemen, Rabu (24/8/2022).
Arteria bertanya terkait isu penasihat Listyo, Fahmi Alamsyah yang disebut ikut membantu Irjen Ferdy Sambo menyusun skenario usai kejadian pada 8 Juli lalu.
“Saya sampaikan mengenai pertanyaan menggelitik Pak Kapolri, siapa figur Fahmi? Apa betul dia penasihat Pak Kapolri? Kemudian apa betul dia ikut menskenariokan Pak? Nanti Pak Agus [Kabareskrim] juga Pak Irwasum juga tolong ditanyakan,” kata Arteria.
Hingga berita ini ditulis, Listyo belum menjawab pertanyaan Arteria. Rapat masih berlangsung dan beberapa anggota Komisi III masih memaparkan pandangannya dalam kasus tersebut.
Sementara dalam paparannya, Arteria juga menyoroti para personel Polri yang terlibat dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Dia menanyakan proses sidang etik kepada mereka.
Menurut Arteria, Polri harus menjelaskan para pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Termasuk sanksi hingga dugaan perbuatan merintangi proses penyidikan yang dilakukan oleh para personel.
“Pak Trimed mengatakan tadi 90 sekian nama itu harus digambarkan kualifikasinya seperti apa, perbuatan melawan hukumnya macam mana, potensi sanksinya seperti apa, jadi nanti sama sama mengawasi, ada yang kurang dan sebagainya,” katanya.
Hingga berita ini dipublikasikan, anggota dewan masih giliran bertanya ke Listyo Sigit. Agenda rapat belum sampai pada giliran Kapolri memberi penjelasan.
Listyo sendiri dalam paparan awal merinci jumlah personel Polri yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo. Dia menyebut, hingga kini tim penyidik telah memeriksa 97 personel dalam kasus itu.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 35 personel dinyatakan melanggar etik. Mereka paling banyak berasal dari kepangkatan perwira menengah yakni AKBP dan Kombes.
Lalu empat di antaranya merupakan jenderal polisi bintang satu dan bintang dua. Sisanya tingkat perwira, bintara, dan tamtama.