Hidayatullah.com—Tragedi Kanjuruhan beberapa waktu lalu terus menjadi sorotan. Penggunaan gas air mata menjadi perhatian utama karena dianggap sebagai peneybab utama jatuhnya korban jiwa.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan gas air mata bisa berdampak fatal bahkan kematian dalam kondisi tertentu dan terhadap komorbid paru.
Dr. dr. Agus Dwi Susanto mengatakan kondisi berbahaya dapat muncul saat gas air mata terhirup dengan konsentrasi tinggi dan dalam ruangan padat atau pada ruangan berventilasi buruk.
“Risiko kematian dilaporkan terjadi pada beberapa kasus akibat terjadinya gagal pernapasan dan respiratory distress,” kata Agus Dwi Susanto, dilansir oleh Tempo, Selasa, (11/10/2022).
Ia menjelaskan risiko kematian lebih tinggi akibat gas air mata terjadi pada mereka yang mempunyai komorbid paru seperti asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Selain itu, laporan kasus kematian karena gas air mata karena terhirup konsentrasi tinggi dalam ruangan ventilasi buruk.
Dampak fatal gas air mata juga disampaikan Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Tjandra Yoga Aditama. Ia mengatakan dampak gas air mata akan tergantung dari tiga hal. Pertama, seberapa besar dosis gas air mata yang terkena pada seseorang.
“Semakin besar paparannya tentu akan semakin buruk akibatnya,” kata Tjandra saat dihubungi, Selasa, 11 Oktober 2022.
Kedua, dampak juga akan tergantung dari kepekaan seseorang terhadap bahan di gas air mata itu, serta kemungkinan ada gangguan kesehatan tertentu pada mereka yang terpapar. Ketiga, dampak akan tergantung dari apakah paparan ada di ruang tertutup atau ruang terbuka, demikian juga bagaimana aliran udara yang membawa gas beterbangan.
“Adapun dampak akan tergantung dari jenis dan beratnya komorbid, berapa banyak gas air mata yang terhirup, berapa lama terhirupnya dan lain-lain,” katanya.
Tjandra menjelaskan beberapa bahan kimia yang digunakan pada gas air mata, yakni chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA) dan dibenzoxazepine (CR).
“Gas air mata secara umum dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata dan paru, serta saluran napas,” ujarnya
Selain itu, gejala akut di paru dan saluran napas dapat berupa dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, bising mengi, dan sesak napas. Pada keadaan tertentu dapat terjadi gawat napas atau respiratory distress.
“Masih tentang dampak di paru, mereka yang sudah punya penyakit asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) maka kalau terkena gas air mata maka dapat terjadi serangan sesak napas akut yang bukan tidak mungkin berujung di gagal napas atau respiratory failure,” kata Tjandra.
Selain di saluran nafas, gejala lain adalah rasa terbakar di mata, mulut dan hidung. Lalu dapat juga berupa pandangan kabur dan kesulitan menelan. Juga dapat terjadi semacam luka bakar kimiawi dan reaksi alergi. Meskipun dampak utama gas air mata adalah dampak akut yang segera timbul, ternyata pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronik berkepanjangan.
“Hal ini terutama kalau paparan berkepanjangan, dalam dosis tinggi dan apalagi kalau di ruangan tertutup,” ujar profesor spesialis paru ini.
Tjandra mengungkapkan belum menemukan kajian ilmiah yang membahas dampak gas air mata kedaluwarsa. Tetapj ia mengatakan bahan kimia apapun yang disemprotkan di udara pasti punya dampak pada paru, mata, dan kulit.
“Dan yang paling mudah tentu ditanyakan pada supporter di Kanjuruhan, apakah mereka merasakan dampak di mata dan saluran napas mereka waktu di semprot bahan “kedaluwarsa” itu,” kata dia.
Gas air mata kedaluwarsa
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan adanya gas air mata kedaluwarsa saat Tragedi Kanjuruhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
Choirul Anam mengatakan temuan gas air mata kedaluwarsa ini masih perlu didalami. Meski begitu ia menegaskan bahwa gas air mata adalah yang menimbulkan kepanikan hingga banyak suporter berdesakan di pintu keluar.
Anam mengatakan, ada hal yang penting dari temuan tersebut yakni dinamika yang terjadi terkait Tragedi Kanjuruhan. Gas air mata disebutnya sebagai pemicu dalam peristiwa mengerikan itu.
Berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, kondisi jenazah korban sangat memprihatinkan dengan wajah membiru dan hal ini diduga karena gas air mata.
“Kondisi jenazahnya banyak yang mukanya biru, jadi muka biru ini banyak. Ini yang menunjukkan kemungkinan besar karena kekurangan oksigen, karena juga gas air mata,” kata Anam.
Tak hanya itu mata jenazah korban tragedi Kanjuruhan terlihat merah dengan mulut berbusa. Temuan ini sesuai dengan pengakuan kerabat dan relawan yang menangani jenazah korban.*