Hidayatullah.com– Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengkritik tindakan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang melarang seorang jurnalis media online meliput di Balai Kota DKI.
Pernyataan Ahok melarang jurnalis tersebut yang disampaikan pada Kamis (16/06/2016) tidak dapat dibenarkan. Sebab, menurut AJI Jakarta, tindakan Ahok bertentangan dengan Undang-Undang Pers.
Ahok, sebutnya, tidak berhak melarang atau mengusir jurnalis yang liputan di Balai Kota.
“Sesulit atau senakal apapun pertanyaan jurnalis, bisa dijawab dengan tanpa mengusir jurnalis yang bertanya. Bila Ahok keberatan dengan suatu berita, silakan protes ke redaksi media tersebut atau adukan ke Dewan Pers,” ujar Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim dalam rilisnya kepada media, diterima hidayatullah.com, Jumat (17/06/2016).
Balai Kota adalah ruang publik, tempat jurnalis berhak melakukan kerja-kerja jurnalistik. Pernyataan pengusiran itu, jelasnya, menunjukkan Ahok sebagai pejabat publik yang tidak profesional menghadapi jurnalis.
“Jangan mengusir jurnalis yang sedang liputan. Balai Kota juga bukan milik Ahok. Dia bekerja di situ sebagai pejabat publik yang digaji dari pajak rakyat,” tegasnya.
Bila Ahok mengusir jurnalis dari lokasi liputan, menurutnya, sama saja dengan menghalangi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat dari Balai Kota. Tindakan itu mengancam kebebasan pers.
Marah Ditanya soal Isu Korupsi
Diwartakan, pengusiran itu terjadi saat seorang jurnalis media online bertanya kepada Ahok. Yaitu soal adanya dugaan keterkaitan suap reklamasi dengan aliran uang Rp 30 miliar dari pengembang reklamasi kepada Teman Ahok.
Dimana aliran dana itu diduga melalui Sunny Tanuwidjaja (staf khusus Ahok) dan Cyrus Network. Dugaan itu memang cukup santer disoroti media belakangan ini. Ahok pun marah karena menganggap isu itu sengaja ditanyakan untuk menyerangnya. Ahok akan maju lagi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada Februari 2017.
Ahok menjawab, “Saya tidak ada kewajiban menjawab pertanyaan Anda. Saya tegaskan itu, bolak-balik mengadu domba. Pokoknya nggak boleh masuk ke sini lagi, nggak boleh wawancara,” ujar Ahok kepada reporter arah.com yang bertanya itu.
Kepada para wartawan di Balai Kota, Kamis, 11 Ramadhan 1437 itu, Ahok pun mengklaim dirinya pejabat bersih. Ahok mengklaim ia konsisten anti korupsi, sejak menjabat anggota DPRD, Bupati Belitung Timur, anggota DPR RI, hingga kini sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Lalu jurnalis tersebut bertanya, “Berarti tidak ada pejabat sehebat Bapak?” Ahok menganggap pertanyaan itu sebagai tuduhan yang mau mengadu domba dirinya. “Anda dari koran apa? Makanya lain kali tidak usah masuk sini lagi, tidak jelas kalau begitu,” ujar Ahok.
Seperti diwartakan pula, selain terhadap jurnalis tersebut, Ahok juga sempat menyampaikan amarahnya ke sebuah media lain. Lantas ia menegaskan jika dirinya tidak takut pada wartawan maupun medianya.
“Sama kayak Tempo, mana dari Tempo? Mana?! Mau nyinggung-nyinggung lagi ngirimin surat sama saya. Saya tidak pernah takut sama kalian, jujur saja,” ungkapnya dengan raut muka memerah.
Usai berlangsungnya wawancara itu, Ahok masuk ke ruang kerjanya. Wartawan yang dimarahi Ahok tadi segera dihampiri salah seorang ajudan Ahok, yang meminta wartawan itu untuk tidak muncul di Balai Kota sementara waktu. Tujuannya supaya Ahok tak terpancing lagi emosinya saat melihat wartawan itu.
Atas kejadian itu, wartawan tadi mengaku tak ambil pusing dan merasa tak masalah. Kamis itu pun, wartawan yang biasa liputan di Balai Kota kompak membatalkan ikut acara buka puasa bersama Ahok.
AJI Jakarta meminta Ahok tidak perlu alergi terhadap kritik dari pers. Sebab, pers berhak mengembangkan pendapat umum berdasarkan infromasi yang tepat, akurat, dan benar. Pers juga berhak mengawasi, mengkritik, dan mengoreksi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.*